TOKO 0SCAR CLASSER

Kamis, 30 Januari 2014

Hikmah Lahirnya Rasulullah SAW


Hikmah Lahirnya Rasulullah SAW
  Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan kepada segenap ummat manusia, sebagai pembawa berita dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Saba’: 28)
Muhammad Rasulullah SAW dilahirkan di tengah-tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah el Mukarramah di bulan Rabi’ul Awwal (musim bunga), pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal permulaan tahun dalam peristiwa gajah (al fiil); bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M, dan empat puluh tahun setelah berkuasanya Kisra Anusyirwan di Parsi. Bidan yang merawat kelahirannya adalah Siti Syifa’, ibu dari sahabat Abdurrahman bin ‘Auf R.Anhu.
Beliau lahir nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah (hamba Allah), ibunya Aminah (yang memberi rasa aman). Kakeknya dipanggil Abdul Muthallib yang namanya adalah Syaibah (orang tua yang bijaksana). Sedangkan yang membantu ibunya melahirkan bernama Asy-Syifa’ (yang sempurna dan sehat), serta yang menyusukannya adalah Halimah As-Sa’diyah (yang lapang dada dan mujur).
Semua nama-nama itu, mengisyaratkan keistimewaan Muhammad SAW, dan makna nama-nama tersebut memiliki kaitan erat dengan keperibadian Nabi Muhammad SAW. Ada juga sebagian ulama tarikh berpendapat bahwa beliau lahir pada subuh pagi Senin tanggal 9 Rabi’ul Awwal tahun Fil pertama, sebagaimana pentahkikan ahli astronomi dan ulama falak, seperti Syeikh Mahmud Fasya al Falaky, Muhammad Sulaiman Al Manshurfury dan Mahmud Basya.
Untuk lebih lanjut ada baiknya dilihat juga Kitab Ar Rahiq Al Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury dan buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, yang ditulis oleh K.H. Moenawar Chalil.

Pada awal masa remajanya, Rasulullah SAW biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’ad. Pada usia dua puluh lima tahun, seorang saudagar kaya bernama Khadijah binti Khuwaylid al As’ad telah mendengar tentang kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlaq Muhammad. Kemudian Siti Khadijah mengirim utusan kepada pemuda Muhammad bin Abdullah dan menawarkan kepadanya agar berkenan berangkat ke Syam untuk menjalankan dagangannya. Beliau terima tawaran itu, dan berangkat ke Syam membawa dagang Khadijah binti Khuwaylid dengan disertai Maisarah.
Dua bulan sepulang dari Syam, melalui sahabatnya Nafisah binti Munyah, Khadijah meminang Muhammad SAW dan menikah dengan maharnya menurut setengah riwayat dua puluh ekor onta muda. Semua putra-putri beliau, dilahirkan dari rahim Siti Khadijah r.a., adalah Al-Qasim, kemudian Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah yang bergelar Ath-Thayyib dan Ath-Thair.
Semua putra beliau meninggal dunia selagi masih kecil. Semua putri beliau sempat menjumpai Islam, dan mereka masuk Islam serta ikut hijrah. Hanya saja mereka semua meninggal dunia selagi Rasulullah SAW masih hidup, kecuali Fathimah. Fathimah meninggal dunia selang enam bulan sepeninggalan beliau. Ada juga anak Rasulullah SAW bernama Ibrahim yang lahir dari isteri beliau Maria Al Qibthiyah, seorang Mesir yang dinikahi sebagai tanda persahabatan dengan Muqauqis, saat Muhammad telah menjadi Rasulullah.
Di saat usia Rasulullah SAW genap empat puluh tahun, suatu awal kematangan, mulailah tampak-tampak tanda-tanda nubuwwah pada diri beliau. Di antara tanda-tanda itu adalah mimpi hakiki. Selama enam bulan mimpi yang beliau alami itu hanya menyerupai fajar subuh yang menyingsing. Mimpi ini termasuk salah satu bagian dari empat puluh enam bagian dari nubuwwah.
Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua Hira, Allah berkehendak untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada penghuni bumi, memuliakan beliau dengan nubuwwah dan menurunkan Malaikat Jibril kepada beliau sambil membawa ayat-ayat Al Qur’an (Al ‘Alaq: 1- 5). Kemudian turunlah wahyu Ilahi yang memuat pesan-pesan untuk melaksanakan Dakwah kepada Allah SWT, seperti dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7. Sungguh dalam makna terkandung dalam ayat ini.
Di antaranya, memberi peringatan agar tidak melanggar yang telah diperintahkan Allah SWT, sebab akan berakibat ditimpa azab yang sangat pedih dan dahsyat. Perintah untuk mengagungkan Rabb, Allah SWT Yang Maha Agung. Mengingatkan  agar menjauhi sikap sombong, yang dapat menyeretnya ke dalam kehancuran dan murka Allah. Membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa, agar kesucian lahir batin benar-benar tercapai, sehingga mendapatkan pancaran cahaya Ilahi yang penuh dengan hidayah Allah SWT. Menggerakkan dakwah dan amal Islami dengan selalu sabar dan tabah, terus meminta pertolongan dan perlindungan hidayah, taufiq dan ridho-Nya.
Setelah mendapatkan perintah ini, Rasulullah SAW bangkit dan setelah itu, selama dua puluh lima tahun beliau tidak pernah istirahat dan diam. Beliau tidak pernah mengeluh apalagi berputus asa dalam melaksanakan misi dakwah ini.
Pada detik-detik terakhir dari hidup Rasulullah SAW, beliau masih sempat bersiwak yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Abu Bakar. Dekat pembaringan beliau ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan kedua tangan berisi air lalu mengusapkannya ke wajah sambil bersabda, “Tiada Tuhan selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.”
Seusai bersiwak, beliau mengangkat tangan atau jari-jari, mengarahkan pandangan ke arah langit-langit rumah dan bibir beliau bergerak-gerak. Sayyidah Aisyah masih sempat mendengar sabda beliau pada saat itu.
Beliau bersabda, “Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin. Ya Allah, ampunilah dosaku, dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi, Ya Allah, kekasih Yang Maha Tinggi.”
Kalimat yang terakhir ini diulangi hingga tiga kali yang disusul dengan tangan beliau yang melemah. “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’uun.” Beliau telah berpulang kepada kekasih Yang Maha Tinggi. Hal ini terjadi selagi waktu dhuha sudah terasa panas, pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia enam puluh tiga tahun lebih empat hari.
Tradisi perayaan Mulid yang diselenggarakan oleh semua masyarakat muslim sekarang ini bukanlah satu warisan yang ditinggalkan oleh Muhammad SAW atau suatu yang diperintahkan beliau pada hayatnya Muhammad SAW. Peringatan ini, adalah keputusan bijaksana yang ditetapkan Sultan Shalahuddin al Ayyubi yang memerintah Mesir dan Syiria pada tahun-tahun 564 – 589 M/1169-1193 H.
Ada hal terpenting dalam suasana peringatan Maulid Nabi.
Di antaranya, menanamkan pada diri anak-anak kecintaan kepada Nabi SAW. Sehingga suri tauladan kehidupan yang beliau contohkan dapat terserap dalam pikiran mereka. Begitu pula halnya sejarah tauladan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhurn. Maka tentulah diperlukan bahan bacaan sebagai referensi dalam mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah dan Sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa dua pusaka abadi yang beliau wariskan kepada ummatnya adalah Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Tradisi memperingati Maulid Nabi semestinya dirakit menjadi sebuah tradisi Islami yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin. Dalam acara-acara peringatan Maulid Nabi dapat didengarkan dan dihayati segala hal yang disampaikan oleh para penceramah tentang suri tauladan dalam kehidupan Rasulullah SAW. Bagi kita, memperingati Maulid (kelahiran) Muhammad Rasulullah SAW, bermakna secara sadar menelusuri pekerti agung dari seorang terpilih. Jelas nasabnya, jujur, amanah, baik pekertinya, serta penyantun dan pemaaf (pengakuan Ja’far bin Abi Thalib di hadapan Raja Najasyi), sebagai uswah hasanah (suri teladan baik), bagi setiap mukmin yang percaya kepada Allah dan hari akhir (QS.33,al-Ahzab:21). Karena, dia diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS.21,al-Anbiya’:107).
Muhammad SAW, adalah seorang yang istimewa. Dia adalah Rasul Allah, pilihan diantara banyak rasul sebelumnya (QS.3,Ali Imran:144). Bahkan, menjadi penutup Nabi-Nabi (QS.33,al-Ahzab:40). Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangannya) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (zikrullah). (Q.S. Al Ahzab: 21).
Makna hakiki dari memperingati Maulid Nabi SAW haruslah diinsyafi bukan sekedar seremonial keagamaan semata, namun hendaklah ditujukan kearah intropeksi total diri sendiri, guna meningkatkan kualitas hidup beragama, beribadah, dan bermasyarakat. Berbagai pendapat telah berkembang tentang kebolehan, keuta­maan, dan hikmah, bahkan penolakan, terhadap diadakannya peringatan Maulid Nabi SAW ini. Di antara yang menolak, terdapat pada kitab Al-Bida’ Al-Hauliyah wa Fatwa Tata’allaq bil Maulid an-Nabawi, Darul Fadhilah, Riyadh, 1421H – 2000 M, yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Azis at-Tuwaijiry dan Dakhilullah bin Bakhil Al-Mathrafi. Buku ini telah terbit dalam edisi Indonesia berjudul, « Adakah Maulid Nabi SAW », Darul Falah, Jakarta, Cet-1, Syawal 1426 H/November 2005 M. Buku kecil 172 halaman ini, dilengkapi dengan fatwa-fatwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu-Asysyaikh, Syakh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, dan pendapat dari Al-Lajnah Ad-Daaimah Saudi Arabia masa ini. Menurut buku kecil ini, peringatan Maulid SAW dikategorikan suatu bid’ah. Mula sekali yang mengadakan bid’ah ini, adalah Bani Ubaid Al-Qadah dari kelompok Fathimiyah, sebagaimana juga ditulis di dalam kitab Ahsan Al-Kalam hal.44, Al-Ittida’, hal.251, Taarkh Al-Ihtifal Al-Maulid An-Nabi, hal.62, dan kitab lainnya. Wallahu’alamu bis-shawaab.
Sebenarnya, kemenangan  melawan nafsu adalah inti kemenangan dengan doa dan memperbaiki silaturrahim. “Menghubungkan silaturrahim, budi pekerti yang baik dan berbuat baik terhadap tetangga, itulah yang akan meramaikan kampung dan menambah umur”. (HR Ahmad)
Tidak ada yang mengubah diri kita selain kita. Minimal berdo’a tulus ikhlas agar kemelut tak terjadi karena doa adalah senjata paling ampuh. Doa itu sangat penting dalam kehidupan. Doa adalah  senjata  orang mukmin. Berdoa adalah ibadah. Enggan berdoa adalah sombong kepada Allah. “Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Doa adalah senjata orang mukmin, tiang agama dan cahaya langit dan bumi.” (HR. Al Hakim)
Doa adalah sarana penting bagi manusia untuk bermohon kepada kekuatan yang Maha Tinggi dan Maha Kuat. Doa adalah pengakuan makhluk manusia di hadapan Khaliqnya. Dengan doa segala perasaan tercurahkan sehingga terjalinlah hubungan langsung antara Allah dengan hamba-Nya. Seseorang yang enggan berdoa, adalah golongan sombong yang merasa bahwa dirinya memiliki kekuasaan tanpa perlu memohon bantuan kepada Khalik. Allah berfirman: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar telah melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Q.S Al ‘Alaq: 6-7)
Dengan jiwa bersih, tundukkan hati pada kebesaran Allah. Tengadahkan tangan mengharapkan karunia dan rahmat-Nya, untuk kita keluarga dan bangsa kita, “Ya Allah, Ampunilah dosa kami, ampunilah keteledoran kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami menghadapi kaum kafir

    Sejarah telah menyatakan, suatu masa sebelum kebangkitan dan kelahiran Nabi Junjungan kita; Nabi Muhammad ibnu Abdullah, masyarakat arab pada ketika itu hidup dalam keadaaan bergelumang dengan kebodohan,kehinaaan dan akhlak serta moral yang rendah yang disebut sebagai jahiliyyah. Mereka ini memiliki kecerdasan dan kemampuan yang hebat dari pelbagai segi sehingga mampu mencipta peradaban mereka sendiri. Namun, kekerasan, pertikaian, pembunuhan, penzinaan tetap juga menjadi sebahagian dari cara hidup mereka seperti mana yang tercatat dalam sejarah.
   Sejarah juga telah membuktikan bahawa kecerdikan,kecerdasan dan kemajuan sesuatu tamadun belum pasti dapat menjamin pembangunan insaniah dan kemanusiaan yang sebenarnya.
   Maka, renungkanlah para sahabat yang di kasihi kerana allah s.w.t., adakah nilai masyarakat kita pada hari ini berada dalam era kegemilangan ataupun kehancuran?? 
   Dan apakah sebabnya?? ..Boleh jadi kitalah sebahagian dari penyebab tersebut..
   Dan jika era jahiliyyah telah berlalu hampir 14 abad yang lalu, adakah ianya tidak mungkin berulang kembali??......
   Maulud adalah suatu istilah yang hanya dimiliki oleh Nabi Muhammad S.A.W. yang digunakan bagi memperingati kelahiran Baginda S.A.W..berasal dari  (ولد) yang bermaksud melahirkan manakala maulud (مولود) bermaksud dilahirkan atau diputerakan. Baginda dilahirkan di tengah-tengah masyarakat jahiliyyah dalam keadaan yatim,tiada berbapa pada hari isnin 12 Rabi’ul Awwal,tahun Gajah.
   Kelahiran baginda junjungan s.a.w. merupakan suatu rahmat bagi sekalian alam sebagaimana firman Allah S.W.T. di dalam Surah Al-Anbiya’,ayat 107:
“Dan tidaklah kami mengutusmu wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”.
Dan Rasulullah sendiri menegaskan bahwa dirinya diutus hanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak manusia. Itu menandakan betapa hebatnya keruntuhan moral yang terjadi sebelum kelahirannya:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
.
   Walaupun itu bukan ucapan yang pertama diucapkan oleh Baginda setelah diangkat menjadi Rasul, tapi sudah cukup untuk menggambarkan kepada kita apa sebenarnya yang akan menjadi misi perjuangannya. Dan kitapun mafhum jawapannya kenapa ahlak yang menjadi tumpuan dakwahnya? Bahwa kehadirannya di dunia sebagai jawapan atas peristiwa dan malapetaka kemanusiaan yang terjadi sebelumnya, jahiliyah. Ini jelas membuktikan kelahiran Rasulullah sebagai rahmat bagi kebangkitan dunia, manusia dan terciptanya kedamaian di atas bumi.Kebangkitan, kedamaian, kemanusiaan dan keadilan benar-benar tercipta setelah tiga puluh dua tahun lebih Rasulullah berdakwah di wilayah pusat kemurtadan dan kemusyrikan (Makah, Madinah dan sekitarnya) dengan agama Islam (yang lurus) dan keramahan, kejujuran, kasih sayang, keikhlasan dan dengan segala sifat-sifat yang terpuji. Rasulullah mampu menjadi simbol kehidupan baru dan kemanusiaan yang sebenarnya.
   Kini, Nur Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. telah pudar dan manusia telah kembali ke era Neo Jahiliyyah. Kehidupan manusia bermula dari kanak-kanak sehingga orang tua sudah tidak lagi mencerminkan nilai-nilai keislaman. Semua ini tidak lain dan tidak bukan adalah berpunca dari kita sendiri yang di antaranya ialah :
1) Kita tidak lagi menganggap penting mempelajari Tauhid sehingga menjadi mudah terpengaruh dengan berbagai idealogi pemikiran bertopengkan agama yang pada pandangan kita bagus dan menarik, padahal menyesatkan. Begitu juga kita sudah menganggap kuno dan tidak lagi penting mempelajari sirah Nabawiyah atau biografi Rasulullah dan para keluarga serta sahabatnya. Padahal inilah kunci kekuatan akidah. Kerana itulah Rasulullah bersabda:
Ertinya : “Didiklah anak-anakmu tiga perkara: Mencintai Nabi, mencintai keluarganya dan yang terakhir belajar Al- Qur'an.”
Kenapa belajar Al Qur'an diakhirkan dan mencintai Nabi dan keluarganya didahulukan? Kerana dengan mencintai mereka akan tumbuh kecintaan yang selanjutnya akan berubah menjadi kekuatan diri dalam membentuk peribadi yang soleh. Sehingga segala kewajiban seperti mempelajari agama dan lainnya akan menjadi mudah. Itulah Nur islam.
2) Hilangnya sifat-sifat mahmudah seperti kejujuran, keadilan, malu, dan sifat-sifat yang lain yang menjadi simbol kebesaran dan keberhasilan dakwah Rasulullah dan yang selalu Baginda ajarkan dan tanamkan kepada para sahabat dan ummatnya, kini telah musnah. Dengan sifat malunya Rasulullah mampu menjaga kebenaran dan menghindarkan diri dari kesalahan.
   Tapi kini mulai kita tidak lagi memiliki sifat malu. Akibatnya kemaksiatan, kemungkaran, dan pembukaan aurat, kita anggap sebagai kebenaran, keperluan dan gaya hidup masa kini yang harus dituruti. Padahal sesungguhnya perbuatan tidak malu dengan dosa adalah bukti bahawa orang itu berada pada hujung kehancuran, Rasulullah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الحياء والإيمان قرناء جميعًا، فإذا رفع أحدهما رفع الآخر
“Sifat malu dan iman adalah dua saudara kembar, jika hilang satuny maka hilang semuanya.”
Ini artinya sifat malu adalah bukti keimanan yang akan menjadi bukti kejujuran seseorang baik dihadapan Allah dan orang lain.
   Bahkan dalam hadith yang lain Rasulullah menjelaskan bahwa sifat malu adalah simbol keislaman seseorang. Ertinya orang yang tidak memiliki malu bererti ia menghancurkan Islam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لكل دين خلق وخلق الإسلام الحياء
.
   Jika sifat malu sudah tidak kita miliki hancurlah dunia dan manusia, dan itu bererti, generasi kita sekarang ini telah kembali berada di era jahiliyah.
3) Hilangnya sifat sabar. Padahal sifat ini telah dipraktikkan dan diterapkan oleh Rasulullah sepanjang hayat Baginda termasuklah di dalam usaha dakwah Baginda yang sentiasa menghadapi rintangan dan dugaan.
   Kini kesabaran itu sudah hampir hilang dalam kehidupan kita. keperluan hidup kita baik yang berhubungan dengan Allah mahupun dengan manusia selalu didasari dengan kemahuan "Kun Fayakun" atau instant. Jika berdo'a kepada Allah selalu ingin cepat diterima, jika tidak kita akan segera mengambil jalan pintas dengan bantuan selain-Nya.
   Bahkan dalam soal mencari ilmu atau belajar orang kini sudah tidak lagi mau bersabar, sehingga dipililah cara pintas dengan membeli ijazah,meniru dan sebagainya.padahal,nilai ilmu itu bukannya pada sekeping ijazah, akan tetapi pada amalinya iaitu beramal dengannya.
   Dengan sebab itu semua, kini hancurlah nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat sehingga mengakibatkan banyak orang menjadi "gila" (harta, pangkat, wanita dan kemewahan). Gaya hidup ini jelas-jelas bertentangan dengan semangat kemanusiaan yang dibawa oleh Rasulullah. Dan sesungguhnya semua itu bukti bahawa kini kita berada di era jahiliyah moden atau neo jahiliyah. Teknologinya maju, manusianya terdidik tetapi jauh dari nilai-nilai akidah, akhlak dan syariah.
   Maka, untuk mengembalikan kembali Nur Islam dalam kehidupan masyarakat, kitalah yang bertanggungjawab memikul tugas ini,mengubah dan memahamkan mereka tenteng islam dengan bermula dari diri kita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar