BAB I
PENDAHULUAN
1.
Definisi Tasawuf
Istilah
"tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama
berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf
Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa
fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian.
Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang
berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur
sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti
baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris
pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat
bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini serambi rendah terbuat dari tanah liat
dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat
orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada
pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu
domba, yang me- nunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan
batin kurang mempedulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah
sederhana yang terbuat dari bulu domba sepanjang tahun.
Apa pun asalnya, istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik kepada
pengetahuan batin, orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau
praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin.
Penting diperhatikan bahwa istilah ini hampir tak pernah digunakan
pada dua abad pertama Hijriah. Banyak pengritik sufi, atau musuh-musuh mereka,
mengingatkan kita bahwa istilah tersebut tak pernah terdengar di masa hidup
Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau yang hidup setelah mereka.
Namun, di abad kedua dan ketiga setelah kedatangan Islam (622), ada
sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah
serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka
mengikuti jalan penyucian diri, penyucian "hati", dan pembenahan
kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang
yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan mengetahui bahwa
sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka. Inilah makna istilah
tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.
2.
Berberbagai macam pandangan
tentang tasawuf
Imam Junaid dari Baghdad
(m.910) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat mulia dan
meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258),
syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik
dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri
kepada jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan
tasawuf sebagai berikut:
Ilmu yang dengannya Anda
dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan
menggunakan pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan
pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam
batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.
Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang
tauhid, dan setelah itu Anda memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian;
apabila tidak demikian maka Anda tidak akan dapat mengadakan penyembuhan
'hati'."
Menurut Syekh Ibn Ajiba (m.1809):
Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana
berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian
batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu
ilmu, tengahnva adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi.
Syekh as-Suyuthi berkata, "Sufi adalah orang yang bersiteguh
dalam kesucian kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk".
Dari banyak ucapan yang tercatat dan tulisan tentang tasawuf
seperti ini, dapatlah disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian
"hati" dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirya
ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Penciptanya. Jadi,
sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan
"hati"-nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya
dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan
sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan
budi ( adab) yang akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran
universal. Ke baikan dimulai dari adab lahiriah, dan kaum sufi yang benar akan
mempraktikkan pembersihan lahiriah serta tetap berada dalam batas-batas yang
diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum Islam, yakni dengan menegakkan
hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat, yang merupakan jalan ketaatan
kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pe ngetahuan tentang
amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan, dan menghidupkan keadaan
batin yang sudah sadar.
Adalah keliru mengira bahwa seorang sufi dapat mencapai buah-buah
tasawuf, yakni cahaya batin, kepastian dan pengetahuan tentang Allah (ma'rifah)
tanpa memelihara kulit pelindung lahiriah yang berdasarkan pada ketaatan
terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku lahiriah yang benar
ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan salat serta semua amal
ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw untuk mencapai
kewaspadaan "hati", bersama suasana hati dan keadaan yang
menyertainya. Kemudian orang dapat majupada tangga penyucian dari niat
rendahnya menuju cita-cita yang lebih tinggi, dari kesadaran akan ketamakan dan
kebanggaan menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu') dan mulia. Pekerjaan
batin harus diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan terpelihara baik.
BAB II
PEMBAHASAN
II.
Tasawuf di Abad Modern
Kaum sufi yang merupakan kaum elit dan kaum terdepan. Merupakan
roda penggerak utama islam pada masanya.Sepanjang abad ke-18, ke-19 dan awal
abad ke-20, gerakan-gerakan sufi besar di Afrika dan Asia sering dihubungkan
dengan gerakan-gerakan Islam umumnya.
Kaum sufi yang merupakan kaum elit dan kaum terdepan. Merupakan
roda penggerak utama islam pada masanya.Sepanjang abad ke-18, ke-19 dan awal
abad ke-20, gerakan-gerakan sufi besar di Afrika dan Asia sering dihubungkan
dengan gerakan-gerakan Islam umumnya.
Kaum sufi adalah kaum elit masyarakatnya, dan sering memimpin
gerakan pembaruan, atau perlawanan terhadap penindasan dan dominasi asing atau
kolonial. Maka, misalnya, mereka terlibat jauh dalam gerakan politik seperti
kebangkitan di Maroko dan Aljazair melawan Prancis, dan pembangunan kembali masyarakat
dan pemerintahan Islam di Libya, yang sebagian besar dilakukan oleh para
anggota tarekat Sanusi. Di Nigeria utara, Syekh 'Utsman dan Fobio (m. 1817),
seorang anggota Tarekat Qadiriyah, memimpin jihad melawan para penguasa Habe
yang telah gagal memerintah menurut syariat Islam, yang telah mengadakan
pembebanan pajak yang dibuat-buat, korupsi umum, penindasan, dari menjatuhkan
moralitas Islam pada tingkat rakyat maupun istana. Lebih jauh ke timur, Syekh
Muhammad Ahmad al-Mahdi (m. 1885), anggota tarekat Tsemaniyah, berhasil
menentang pemerintahan kolonial Inggris di Sudan. Fenomena serupa terjadi pula
di Timur. Misalnya, kaum sufi Naqsabandiyyah dan Syah Waliyullah menentang
kekuasaan kolonial Inggris di India.
Demikianlah kaum sufi beraksi di banyak negara di masa penjajahan,
menentang usaha kolonial untuk menjungkirkan pemerintahan Islam, dan berusaha
menghidupkan kembali serta mempertahankan Islam yang asli. Mereka sering
membentuk atau berada di jantung kelompok-kelompok sosial yang kuat, dan mempunyai
banyak pengikut di banyak bagian dunia. Yang membuat gerakan-gerakan ini tetap
berhubungan dan kuat ialah kenyataan bahwa selama abad ke-19 rakyat tidak
aktif, dan kendali atas pemilikan tanah, bersama dengan pengaruh tradisi
kultural yang telah lama mapan, memainkan peranan penting dalam stabilitas
masyarakat. Namun, di abad ke-20 situasi ini mulai berubah secara cepat dan
radikal
Penjajahan Barat atas kebanyakan negeri Muslim hampir sempurna
menjelang akhir Perang Dunia Pertama. Setelah itu, kedatangan para penguasa
sekuler dan sering "klien", yang ditunjuk atau disetujui oleh Barat,
menentukan suasana. Kepentingan serta pengaruh agama dan kaum sufi menjadi
nomor dua, karena erosi yang cepat dalam nilai-nilai dan gaya hidup masa lalu
dan tradisional, dan menjadi bertambah sulit dan berbahaya untuk mengikuti
jalan Islam yang asli secara utuh di negeri-negeri Muslim. Berlawanan dengan
apa yang terjadi di Timur, banyak organisasi dan masyarakat spiritual muncul di
Barat, sering dimulai oleh para pencari pengetahuan Barat.
Kenyataan bahwa banyak orang dari masyarakat Barat mengikuti
gerakan-gerakan agama semu (psendo-religions), seperti gerakan Bahai dan Subud,
maupun berbagai cabang Budhisme, Hinduisme, dan agama-agama baru minor lainnya,
atau versi-versi agama lama yang dihidupkan kembali, menunjukkan kehausan dan
minat akan pengetahuan spiritual di Barat, dimana berbagai versi agama Kristen
yang lebih berdasarkan pikiran atau emosi ketimbang berdasarkan
"hati", telah gagal memberikan santapan rohani yang sesungguhnya
selama beberapa abad. Lebih berpengaruh dari berbagai gerakan ini adalah
gerakan kaum Teosofi dan Mason. Menjelang awal abad ke-20 kita dapati perhatian
yang amat besar pada spiritualisme di Eropa maupun Amerika Utara.
Karya para orientalis yang berusaha menggali dimensi spiritual
agama-agama Timur --sekalipun dalam kerangka konseptual mereka yang khas,
termasuk Islam, turut memperbesar minat terhadap spiritualisme dan pencarian
pengalaman mistik di Barat, melalui tulisan dan terjemahan mereka atas
karya-karya asli tentang tradisi-tradisi, kesenian, kultur, falsafah dan
agama-agama Timur. Tasawuf mulai tiba di Barat bersama dengan gerakan spiritual
semu atau gerakan spiritual sesungguhnya.
Kedatangan banyak guru India dan ahli kebatinan Budha bertepatan
dengan lahirnya perhatian terhadap tasawuf. Di pertengahan abad ke-20, cukup
banyak masyarakat dan gerakan sufi muncul di Eropa dan Amerika Utara, sebagian
didirikan oleh orang sufi yang sesungguhnya dan sebagian oleh sufi semu. Dengan
berjalannya waktu, lebih banyak informasi tentang tasawuf dan Islam yang
lengkap dapat diperoleh di Barat. Krisis minyak di Barat dan ledakan minyak di
sejumlah negara Timur Tengah juga membantu meningkatkan kontak dengan Timur
Tengah dan bahasa Arab serta informasi tentang Islam. Kemudian datang Revolusi
Islam Iran di tahun 1979 yang menyebabkan bangkitnya perhatian dunia kepada
tradisi Islam. Tidaklah lepas dari konteks apabila dikatakan di sini bahwa
kediaman Imam Khomeini sebelumnya, dan tempat di mana ia menyambut tamu-tamu
rakyatnya di utara Teheran, adalah masjid dan tempat suci sufi. Sebenarnya Imam
Khomeini berkonsentrasi pada ilmu tasawuf dan 'irfaan (gnosil), pada
tahun-tahun awal di sekolah agama di Qum. dan tulisan-tulisannya yang awal
terutama mengenai makna batin dari berjaga malam (qiyamul-lail), shalat malam
dan kebangunan-diri.
Perlu diperhatikan bahwa kita jangan merancukan kualitas spiritual
dari seorang individu dengan kejadian lahiriah. Imam 'Ali, guru semua sufi,
hanya mengurusi peperangan selama bertahun-tahun sebagai pemimpin umat Islam.
Kejadian-kejadian lahiriah kadang membingungkan penonton dan menyembunyikan
cahaya orang-orang semacam itu. Tentang keadaan tasawuf di Barat di masa lalu
yang lebih belakangan ini, kami mengamati dan menyimpulkan bahwa banyak
kelompok yang menerima tasawuf untuk mengambil manfaat dari beberapa disiplin,
doktrin, praktik atau pengalamannya, telah mulai terpecah belah.
Kelompok-kelompok gerakan zaman baru ini yang mengikuti sejumlah
gagasan yang diambil dari tasawuf sedang terpecah-pecah karena jalan hidup
mereka tidak selaras dengan garis umum Islam yang asli, dan oleh karena itu
mereka tidak mendapat perlindungan lahiriah yang diperlukan untuk melindungi
dan menjamin keselamatan gerakan batinnya. Maka selama beberapa dasawarsa
terakhir abad ini, kita lihat bahwa kebanyakan gerakan sufi di Barat telah
menguat karena berpegang pada amal-amal lahiriah Islam, atau melemah dan
merosot karena tidak berlaku demikian.
BAB III
PENUTUP
Kaum sufi yang merupakan kaum elit dan kaum terdepan. Merupakan
roda penggerak utama islam pada masanya.Sepanjang abad ke-18, ke-19 dan awal
abad ke-20, gerakan-gerakan sufi besar di Afrika dan Asia sering dihubungkan
dengan gerakan-gerakan Islam umumnya.
Adalah keliru mengira bahwa seorang sufi dapat mencapai buah-buah
tasawuf, yakni cahaya batin, kepastian dan pengetahuan tentang Allah (ma'rifah)
tanpa memelihara kulit pelindung lahiriah yang berdasarkan pada ketaatan
terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku lahiriah yang benar
ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan salat serta semua amal
ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw untuk mencapai
kewaspadaan "hati", bersama suasana hati dan keadaan yang menyertainya.
Kemudian orang dapat majupada tangga penyucian dari niat rendahnya menuju
cita-cita yang lebih tinggi, dari kesadaran akan ketamakan dan kebanggaan
menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu') dan mulia. Pekerjaan batin harus
diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan terpelihara baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar