TOKO 0SCAR CLASSER

Kamis, 20 Februari 2014

IKHLAS DALAM BERAMAL DAN DOSA DOSA BESAR” .

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dunia yang serba modern ini, banyak manusia terjebak menilai kualitas amal yang diperoleh berupa materi. Keberhasilan seseorang dinilai dengan banyaknya harta dunia yang dikumpulkan. Mereka tidak menyadari bahwa diri mereka telah terjebak ke dalam faham materialism. Manusia menjadi budak harta, melupakan jati dirinya sebagai hamba Allah. Padahal hanya orang yang beramal ikhlas karena Allah saja yang akan mendapat balasan kebaikan dari Allah.

Firman Allah dalam surat Al Bayyinah: “Wa maa umiruu illa liya’budullaaha mukhlishiina lahuddiin hunafaa-a.” (Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kethaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.)










                       






BAB II
    PEMBAHASAN


A.  IKHLAS DALAM BERAMAL
            Ikhlas dalam beramal merupakan sikap yang tiada mengharapkan tujuan lain selain dari pada untuk mendekatkan diri  kepada Allah. Ikhlas dalam beramal tidak boleh diikuti dengan niat riya, yaitu mengharapkan pujian atau kehormatan dari sesamanya. Karena amal yang akan dibalas oleh Allah adalah amal  yang dilakukan karena mengharap kasih dan sayang-Nya, yaitu dengan keikhlasan di dalam hatinya.

            Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan judul diatas merupakan hal yang sangat penting sekali. Karena banyak sekali orang yang berbuat tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Sehingga kita perlu tahu, apa  hal-hal yang  menjadi tolak ukur ikhlas atau tidaknya seseorang dalam berbuat kebajikan. Dan apa jadinya suatu amalan yang dilakukan dengan niat bukan untuk mendapatkan ridha Allah.

Oleh karena itu, agar lebih terarahnya objek bahasan dalam makalah ini, berikut akan dibahas mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan topik  diatas, yaitu.
a.       Niat atau motivasi dalam beramal
1.      Hadis pertama tentang niat beserta penjelasannya
2.      Hadis kedua tentang niat beserta penjelasannya

b.      Menjauhi perbuatan riya dan syirik kecil
1.      Hadis pertama tentang riya beserta penjelasannya
2.      Hadis kedua tentang riya beserta penjelasannya




B.   NIAT ATAU MOTIVASI DALAM BERAMAL
1.      HADIS PERTAMA TENTANG NIAT

عَنْ اَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَبِى حَفْصٍ عُمَرَبْنِ اْلخَطَابِ  بْنِ نُفِيْلِ بْنِ عَبْدِ اْلعُزى بْنِ رِيَاحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُرْطِ بْنِ رَزَاحٍ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيِ بْنِ غَالِبِ اْلقُرَيْشِيِ اْلعَدَوِيِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَل اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ يَقُوْلُ اِنمَا اْلَاعْمَلُ بِا النِيَاتِ وَاِنمَا لِكُلِ امْرِئٍ مَانَوَى وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلًى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ  لِدُنْيَا يَصِيْبُهَا اَوِ امْرَاَةُ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا هَا جَرَ اِلَيْهِ

“Dari Amir al-Mukminin,Abu Hafs Umar bin Khattab r.a bin Nufail bin Abd al-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Riyah bin Adi Ka’ab bin luay bin Ghalib al-Quraiys al-Adawi berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya sahnya amal itu tergantung dengan niat. Setiap orang akan memperoleh dari apa yang diniatkannya. Jika seseorang itu hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka  hijrahnya tersebut diterima oleh Allah dan Rasul. Namun, jika hijrahnya itu untuk dunia yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”(HR. Bukhari and Muslim)
Rasulullah saw mengeluarkan hadis di atas (asbab al-wurud)- nya ialah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah yang diikuti oleh sebagian besar pejabat.[1][1] Dalam hijrah itu ada seorang laki-laki yang juga turut hijrah.  Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuagan Islam, melainkan untuk hendak menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya sudah bertekad untuk turrut hijrah, sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya memilih tinggal di Makkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini di tempat tujuan hijrahnya Rasullah yakni Madinah , sehingga laki-laki itu pun turut hijrah ke Madinah.Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada Rasulullah saw, apakah hijrah dengann motif itu diterima atau tidak, Rasulullah menjawab secara umum seperti yang telah disebutkan pada hadis di atas.
Niat berperan penting dalam ajaran Islam, khusunya dalam perbuatan yang berdasarkan perintah syara’ atau menurut sebagian Ulama merupakan sebuah perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapat pahala dari Allah SWT. Niat akan menentukan nilai, kualitas, serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapatan keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan medapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang hijrah karena ingin  mendapatkan ridha dari Allah SWT, maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan duniapun akan diraihnya. Sebenarnya, hijrah yang dimaksud pada hadis diatas adalah berhijrah dari Makkah ke Madinah, karena pada saat itu penduduk Makkah tidak merespon lagi dakwah Nabi, bahkan mereka ingin mencelakakan Nabi dan Umat slam.  Akan tetapi, setelah Islam jaya, hijrah tersebut lebih tepat diartikan sebagai perpindahan dari kemungkaran atau kebatilan kepada yang hak. Namun  demikian, niat tetap saja sangat berperan dalam menentukan berpahala atau tidaknya setiap hijrah, dalam berbagai bentuknya.
Para Ulama telah sepakat[2][2],  bahwa niat itu sangat penting dalam menentukan sahnya suatu ibadah. Niat termasuk rukun pertama dalam setiap melakukan ibadah. Tidaklah sah suatu ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji dan lain-lain, jika dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang salah.
Setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, jika niatnya baik (ikhlas) maka yang dia terima adalah kebaikan dari Allah dan jika niatnya tidak baik, maka dia tidak akan menerima kebaikan dari Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
وَاِنمَا لِكُلِ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
“Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan”.
Suatu perbuatan yang secara lahiriahnya baik, tetapi niatnya tidak baik maka dia tidak akan mendapatkan kebaikan. Dan perbuatan dosa, walaupun niatnya baik, tetap mendapatkan hukuman. Jadi, ganjaran dan pahala dari Allah itu hanya dapat diperoleh oleh orang-orang yang berbuat kebajikan karena Allah dan Rasul-Nya semata-mata. Perbuatan-perbuatan kebajikan tidak dipandang baik oleh Allah, kalau tidak disertai dengan niat yang ikhlas.  Dan  niat yang ikhlas itu adalah ketetapan hati mencari keridhaan Allah dalam melakukan segala kebajikan.
Zu an-Nun al-Mishri menjelaskan bahwa ada tiga tanda-tanda ikhlas, yaitu:
ثَلَاثٌ مِنْ عَلَامَةِ اْلاِخْلَاصُ اِسْتَوَا اْلمَدْحَ والذم من العامة ونسيان رؤية اْلعَمَلِ فِى اْلاَعْمَالِ راقْتِضَاءُ ثَوَابِ اْلاَعْمَالِ فِى اْلاَخِرَةِ[3][3]
“Tanda ikhlas ada tiga: pujian dan cercaan dari manusia sama saja baginya, melupakan amal yang telah dilakukannya, dan hanya mengharapkan ganjaran amalnya di akhirat”.

2.      HADIS  KEDUA TENTANG NIAT

عَنِ بْنِ عَباسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنهُ قَالَ النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ : اِن اللهَ كَتَبَ اْلحَسَنَاتِ وَالسيئَاتِ ثُم بَيْنَ ذَالِكَ فَمَنْ هَم بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَاءِنْ هُوَ هَم بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ اِلَى سَبْعِمِا ئَةِ ضِعْفٍ اِلَى اَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَمَنْ هَم بِسَيئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلُهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَاءِنْ هُوَ هَم بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لًهُ سَيئَةً وَاحِدَةً[4][4]
Ibnu abbas r.a berkata, Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya Allah menulis segala kebajikan dan kejahatan. Kemudian beliau menjelaskan masing-masing kebajikan dan kejahatan. “Maka siapa-siapa yang berkeinginan melakukan sesuatu kebajikan, tetapi ia tidak melakukannya, maka Allah menulis disisi-Nya suatu kebajikan yang sempurna untuknya. Tetapi bila ia berkeinginan melakukan sesuatu kebajikan, lalu mengamalkannya, maka Allah menulis disisi-Nya sepuluh sampai tujuhratus  kali kebajikan untuknya, bahkan sampai dilipatkan gandakan berkali-kali. Dan siapa-siapa yang berkeinginan melakukan kejahatan, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya disisi-Nya suatu kebajikan yang sempurna untuknya dan siapa-siapa yang berkeinginan untuk melakukan kejahatan dan ia melakukannya, maka allah menulis satu kejahatan untuknya”. (HR. Bukhari  and Muslim).

            Dalam sumber lain juga dikatakan hal yang sama mengenai kedudukan niat tersebut, sebagai penguat atas dasar kebenaran hadis tersebut.[5][5]

             Niat dalam arti motivasi, juga sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah. Shalat umpamanya, yang dianggap sah menurut pandangan syara’ karena memenui berbagai syarat dan rukunnya, belum tentu diterima dan berpahala kalau yag memotivasinya bukan karena Allah, tetapi karena manusia, seperti yang ingin dikatakan rajin, tekun, baik dan sejenisnya.motivasi dalam melaksanakan setiap amal harus betul-betul ikhlas, hanya mengharapakan ridha Allah saja.









C. HADIS MENJAUHI PERBUATAN RIYA DAN SYIRIK KECIL
1.      HADIS TENTANG RIYA
عَنْ مَحْمُوْدِبْنِ لُبَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْالَ للهِ  صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ : اِن اَخْوَافَ مَااَخَافُ  عَلَيْكُمْ اَلشرْكَ اْلاَصْغَرُ : اَلريَاءُ.[6][6]
Dari Muhammad bin Lubaid dia berkat, “Rasulullah saw pernah bersabda, “ sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap kamu adalah syirik kecil, yakni riya”.                      (H.R Ahmad dengan sanad hasan)
Hadis di atas mengandung pengajaran bahwa:
a.       Rasulullah sangat mengkhawatirkan umatnya terjerumus kedalam dosa.
b.      Riya merupakan salah satu sifat syirik kepada Allah yang harus dijauhi oleh orang-orang yang beriman. Sementara itu, keharaman syirik sudah sangat jelas  di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam benak kita setelah membaca hadis diatas adalah kenapa riya itu merupakan sebuah sifat syirik atau menyekutukan Allah. Riya ternyata menjerumuskan kita kepada hal yang sangat dibenci oleh Allah. Bergantung kepada selain Allah adalah sifat yang tidak baik bagi hati. Karena itu akan menimbulkan anggapan bahwa ada sesuatu yang lain yang bisa memberikan kita pahala, kebahagiaan maupun keselamatan selain dari Allah.  Ketika seseorang itu berbuat bukan dikarenakan Allah , maka dapat dikatakan dia sudah menyekutukan Tuhannya, walaupun secara tidak langung ataupun spontan.

Selain menjurus kepad perbuatan syirik, riya juga akan menjadikan segala kebajikan yang telah dilakukan kemudian diiringi dengan hasrat riya, maka ia tidak akan mendapatkan sedikitpun  kebaikan atau balasan dari  Allah. Semuanya akan sia-sia tak berfaedah sedikitpun, yang ia akan dapatkan hanyalah atas apa yang ia harapkan dari keriyaannya itu.
Selain itu, riya selalu menjuruskan seseorang ke dalam hal negatif yang lain, selain daripada sifat syirik kepada Tuhannya yaitu sifat munafik. Karena, bagi orang yang munafik apa yang diucapkan oleh lisannya dan dilakukan oleh ragawinya hanyalah berpura-pura belaka, yaitu antara hati dan lisannya tidak sejalan. Mereka berniat melakukan suatu amal ibadah agar mendapatkan pujian dari orang-orang di sekitarnya, seperti tetangganya mungkin atau kerabatnya. Tetapi dia mengatakan bahwa dia melakukan amal ibadah tersebut karena Allah  dengan penuh keikhlasan, padahal tidak demikian. Disinilah ketidaksesuaian antara hati dengan perbuatan, sehingga ia termasuk ke dalam golongan orang yang munafik. Orang yang munafik  itu ingin menipu Allah, dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya dengan penampilannya tersebut. Tetapi Allah Mahatahu atas segala sesuatu.
Sesungguhnya riya itu memiliki klasifikasi, namun klasifikasi yang paling parah adalah seseorang melakukan ibadah hanya atas dasar riya semata-mata dan sedikitpun tidak mengaharapkan ridha dari Allah. Dengan kata lain, ibadahnya bukan untuk Allah melainkan untuk manusia, sementara yang teringan adalah riya tersebut mendorongnya untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat oleh orang lain dia  tetap melakukan ibadah. Namun,dia lebih merasa semangat kalau ibadahnya dilihat oleh manusia.[7][7]

2.      HADIS KEDUA TENTANG RIYA
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةُ رَضِيَ  اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ اَوَّلَ اَلنَّاسِ يَقْضِيُ عَلًيْهِ يَوْمَالْقِيَامَةِ رَجُلٌ اِسْتَشْهَدَ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ : فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اَشْهَدَ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هًوَ جَرِى. وَ قَدْ قِيْلَ : ثًمَّ اَمَرَبِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَسَعَ اللهُ  وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْنَافِ اْلمَالِ فَاءَتَى بِهِ فَعَرَفَهُ نِعْمُهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ مِنْهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ اَنْ يُنْفِقَ فِيْهَا اِلَّا اَنْفَقْتُ فِيْهَالَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيْقَالَ هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيْلَ ثُّمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمُهُ اَوْ قَرَءَ اْلقُرْاَنَ فَاءَتَ بِهِ فَعَرَفَهُ نِعَمِهِ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْ تُهُ وَقَرَءْتُ فِيْكَ الْقُرْاَنَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ عَالِمٌ اَوْ قَرَءْتَ لِيْقَالَ هُوَ قَارشئٌ، ثُمَّ اَمَرَ بِهِ فَسَحَبَ عَلَى وَجْحِهِ حَتَّى اَلْقَى فِى النَّارِ.[8][8]
Artinya: 
“Abu Hurairah r. a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda , “Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat  adalah orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, maka ia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat sebagai pahalanya, kemudian ia  melihatnya seraya dikatakan  kepadanya, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga memperoleh nikmat-nikat itu? Ia menjawab, “Aku berperang karena-Mu (Ya Allah)”.  Allah menjawaab , “Dusta engkau, sesungguhnya kamu berbuat demikian supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan. Dan kmudian malaikat diperintahkan menyeret mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka; seorang yang diberi Allah harta benda, kemudian didatangkan  dan diperlihatkan  kepadanya nikmat-nikkmat sebagai pahalanya lalu ia melihatnya seraya dikatakan kepadanya, “Amalan apakah yang engkau lakukan sehingga engkau mendapatkan nikmat itu?”, ia menjawab, “Aku tidak pernah meninggalkan infak di jalan yang Engkau ridhai YaAllah” melainkan aku berinfak hanya karena-Mu.” Lalu Allah SWT menjawab, “Dusta Engkau, sesungguhnya engkau melakukan demikian itu   supaya kamu dikatakkan sebagai orang yang dermawan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret mukanya dan memasukkannya ke dalam neraka. Dan seseorang lagi yang menuntut ilmu dan mengajarkan atau membaca Al-Qur’an, maka didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat sebagai pahalanya, lalu ia melihatnya  seraya dikatakan kepadanya, “Amal apa yang telah engkau lakukan sehingga engakau medapatkan nikmat-nikmat itu?” ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya dan memebaca Al-Qur’an hanya untuk-Mu ya Allah.” Kemudian Allah SWT menjawab,”Dusta engkau, sesungguhnya engakau menuntut ilmu supaya engkau dikatakan pintar, dan membaca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat untuk meyeret mukanya dan melemparnya ke dalam neraka.”

Penjelasan dari hadis  diatas:
            Hadis diatas menjelaskan betapa pentingnya niat itu dalam melakukan segala hal terutama dala konteks ibadah. Walaupun seseorang melakukan amal ibadah secara terus menerus spenjang hidupnya, itu tidak akan ada artinya dimata Allah jika masih diiringi sifat riya (yang ingin mendapatkan pujian, julukan sebagai orang yang baik dan lainnya).
            Hadis diatas menggambarkan tentang orang yang melakukan amal kebaikan disertai dengan rasa riya. Sehigga apa yang telah ia lakukan tiada berarti apa-apa karena sifat riya tersebut. Misalnya saja seperti hadis diatas, kedudukan berperang di jalan Allah adalah amal yang disukai Allah. Bahkan, orang yang mati syahid karena berperang di jalan Allah di jamin oleh Allah masuk ke dalam surga-Nya. Namun demikian, walaupun kita berperang di jalan Allah sampai mati  itu bukanlah berarti menjamin kita masuk ke dalam surga-Nya Allah, dikarenakan sifat riya. Yang dalam hal ini ingin mendapatkan pujian dari orang lain atau supaya dianggap sebagai pahlawan.
Kesalahan hanya terdapat pada niatnya saja, niat yang buruk akan mendapatkan ganjaran yang buruk pula. Dan niat yang baik, akan mendapatkan kebaikan pula, bahkan kebaikan itu akan dilipat gandakan.
Dalam melakukan kebajikan, sifat riya adalah tantangan yang paling berat untuk dihindarkan oleh kebanyakan manusia. Karena sangat sulit sekali menghindarkan dari pada hal itu. Terkadang tanpa disadari riya sudah masuk ke dalam amal ibadah seseorang.
Kebanyakan orang memang menganggap bahwa riya itu adalah masalah kecil, masalah yang tidak terlalu penting, padahal dapat dari riya itu begitu besar sekali, sehingga riya dapat mengantarkan seseorang itu ke dalam neraka. Seperti telah digambarkan jelas dalam hadis tersebut.
Oleh karenanya, menjaga sifat riya “menempel” dengan amal kebajikan harus kita dihindari. Agar tidak terjadi kesia-siaan dalam amal ibadah kita. Apa gunanya melakukan amal ibadah tetapi malah menjerumuskan kita ke jalan kehancuran. Kehati-hatian dalam melakukan suatu amal kebaikan adalah hal yang harus kita lakukan, agar kita terhindar dari malapetaka dan kesia-siaan.
Untuk menghindari diri dari sifat riya tersebut adalah dengan senantiasa berifat ikhlas dalam melakukan amal ibadah tersebut. Ihklas adalah ketetapan hati mencari keridhaan Allah dan pahala dari-Nya dalam melakukan segala kebajikan.[9][9] Jika kita dalam melakukan kebajikan dengan niat yang ikhlas, maka kita akan terbebas dari sifat riya.



D. DOSA-DOSA BESAR.

1. Syirik (Menyekutukan Allah SWT)

Syirik menurut bahasa berarti syarikat atau sekutu . menurut istilah tauhid adalah perbuatan menyekutukan allah swt dengan sesuatu selainnya yang seharusnya hanya di tujukan kepada allah swt , orangyang melakukannya disebut dengan musyrik.
Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya". (An Nisaa: 48).


Dan Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga". (Al Maidah: 72)


2. Berputus asa dari mendapatkan rahmat Allah SWT

Berputus asa dari rahmat Allah SWT merupakan sifat orang-orang sesat dan
pesimis terhadap karunia-Nya merupakan sifat orang-orang kafir. Karena
mereka tidak mengetahui keluasan rahmat Rabbul 'Aalamiin. Siapa saja
yang jatuh dalam perbuatan terlarang ini berarti ia telah memiliki sifat
yang sama dengan mereka. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(Yusuf: 87).


3. Merasa aman dari ancaman Allah SWT

Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (Al A'raaf: 99)


4. Berbuat durhaka kepada kedua orang tua

Orang yang paling banyak jasanya dan paling dekat dengan kita adalah kedua orang tua kita, seseorang yang durhaka termasuk dosa besar. Perbuatannya antara lain membentak, menghardik, berkata tidak sopan dan lain-lain. Karena Allah SWT mensifati orang yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya sebagai orang yang jabbaar syaqiy 'orang yang sombong lagi celaka'. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka". (Maryam: 32).


5. Membunuh

Hak-hak yang paling utama bagi setiap manusia yang dijamin pula oleh Islam adalah hak hidup, hak pemilikan, hak pemeliharaan kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan hak menuntut ilmu pengetahuan. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya". (An Nisaa: 93).


6. Menuduh wanita baik-baik berbuat zina

Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar". (An Nuur: 23)


7. Memakan riba

Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila". (Al Baqarah: 275)

8. Lari dari medan pertempuran

Maksudnya, saat kaum Muslimin diserang oleh musuh mereka, dan kaum Muslimin maju mempertahankan diri dari serangan musuh itu, kemudian ada seseorang individu Muslim yang melarikan diri dari pertempuran itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya". (Al Anfaal: 16)
9. Memakan harta anak yatim

Memakan harta anak yatim hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Banyak ayat AL-QUR’AN menjelaskan kepada kaum muslimin untuk membantu mengasuh dan mendidik anak yatim, apabila anak yatim dianiyaya dengan cara memakan hartanya, maka itu termasuk dosa besar. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". (An Nisaa: 10)
10. Berbuat zina

Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah kesopanan yangsaat ini cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat, terutama remaja. Islam dengan Al Qur’an dan sunah telah memasang bingkai bagi kehidupan manusia agar menjadi kehidupan yang indah an bersih dari kerusakan moral. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu". (Al Furqaan: 68-69)
Di dalam al quran di sebutkan bahwa Allah akan mengampunkan semua dosa kecuali syirik artinya dengan taubat nashuha dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tsb insya Allah akan diampunkan dan apabila dosa yang berkaitan dengan manusia misalnya kedzoliman maka harus meminta maaf kepada orang di dzolimi.






















                                                              
                                                               








BAB III
                      PENUTUP



A.    Kesimpulan.

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak ciri Orang Yang Ikhlas. Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian paling ikhlas. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah atau tuntunan.
Dosa adalah tindakan yang melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan Allah























                                               
                                                             DAFTAR PUSTAKA



Sumber : http://arhamvhy.blogspot.com/2012/07/10-macam-dosa-besar-menurut-al-quran.html
http;//www.dakwatuna.com
Sahih Muslim,Kitab  Al-Imarah
Al-Qur’an nul karim



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR         ...........................................................................................     i
DAFTAR ISI                         ...........................................................................................     ii

BAB I PENDAHULUAN    ...........................................................................................     1
BAB II PEMBAHASAN      ...........................................................................................     2
A.    Ikhlas dalam beramal..............................................................................      2
B.     Niat atau motivasi dalam beramal.........................................................      3
C.    Hadis menjauhi perbuatan riya dan syirik kecil.........................................           7
D.    Dosa dosa  besar ........................................................................................   11



BAB III PENUTUP  .......................................................................................................     14
            A. Kesimpulan           ...........................................................................................     14
      B.   Daftar Pustaka................................................................................................   15


Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunian-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Didalam makalah ini penulis membahas tentang “IKHLAS DALAM BERAMAL DAN DOSA DOSA BESAR” .

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun dalam penyajian materinya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifstnya membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Amiiin.....
.
                                                                                                                               





Cipasung,  2014-02-19
 Penulis,


MAKALAH
IKHLAS DALAM BERAMAL DAN DOSA DOSA BESAR
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


                                               



Di Susun Oleh :
Ilham Syawalludin
Ihsan abdul aziz
Asep denis
Lia parlia
Cahya
Sri.m
yuli

Kelas:I A
Fak / Jur:Tarbiyah / PAI


INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
SINGAPARNA-TASIKMALAYA
2014



           












Tidak ada komentar:

Posting Komentar