BAB
I
PENDAHULUAN
Al-
Qur’an meupakan salah satu wahyu yang berupa kitab suci yang diturunkan allah
kepada Nabi Muhammmad Saw. Al-Qur’an yang berupa kalam Allah ini merupakan
kitab atau wahyu yang istimewa dibandingkan dengan wahyu-wahyu yang lainnya.
Bahkan salah satu keistimewaannya adalah tidak ada satu bacaan-pun sejak
peradaban baca tulis dikenal lima ribu tahun yang lalu, yang dibaca baik oleh
orang yang mengerti artinya, maupun oleh orang yang tidak mengerti artinya. Di
samping itu, al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran Islam dan sebagai petunjuk
ke jalan yang benar untuk totalitas umat manusia yang tujuan utamanya
mengantarkan manusia kepada suatu kehidupan yang membahagiakannya untuk
kehidupan sekarang dan juga esok di akhirat.
Abdurrahman
Soleh Abdullah menjelaskan bahwa, al-Qur’an memberikan pandangan yang mengacu
kepada kehidupan di dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk
kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentang
pendidikan Islam bila tanpa mengambil al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.
Di samping itu juga Nashr Hamid Abu Zaid mengatakan bahwa “al-Qur’an adalah
laut, pantainya adalah ilmu-ilmu kulit dan cangkang, dan kedalamannya adalah
lapisan tertinggi dari ilmu-ilmu inti.” Maka dari itu, dalam al-Qur’an terdapat
dorongan-dorongan atau motivasi agar manusia mencari ilmu atau memperdalam
pengetahuannya.
Di
samping al-Qur’an, hadits juga menguraikan mengenai perintah agar manusia
selalu melakukan pendidikan dan menuntut ilmu untuk mengembangkan
pengetahuannya. Banyak hadits yang menerangkan mengenai hal tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
- A. Ayat dan Terjemahan surat Al-‘Alaq : 1 – 5
ا قرا با سم ربك االذ ي خلق خلق ا
لا نسا ن من علق اقرا وربك الا كرم
الذي علم با لقم
علم الا نسا ن ما لم يعلم
Terjemahnya
- bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
- Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
- Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
- yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
- Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
- B. Makna Mufrodat.
اقْرَأْ
: bacalah
رَبِّكَ بِاسْمِ
: dengan menyebut nama Tuhanmu
خَلَقَ
الَّذِي
: Yang menciptakan
الْإِنسَانَ
خَلَقَ
: Dia telah menciptakan manusia
عَلَقٍمِنْ
: dari ‘alaq
الْأَكْرَمُ
وَرَبُّكَ
:
dan Tuhanmu-lah Yang Maha Pemurah
عَلَّمَ
الَّذِي
: Yang mengajar
بِالْقَلَمِ
: dengan qalam
الْإِنسَانَ
عَلَّمَ
: Dia mengajarkan kepada manusia
يَعْلَمْ
لَمْ مَا
: apa yang tidak diketahuinya
- C. Makiyyah atau Madaniyyah
Surat Al’Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makiyyah.
Ayat 1 sampai dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Qur’an yang pertama
sekali diturunkan, yaitu di waktu Nabi Muhammad Saw berkhalwat di Gua Hiro.
Surat
ini di namakan al-‘Alaq ( segumpal darah ) diambil dari perkataan “ ‘Alaq “
yang tyerrdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini juga dinamakan dengan “ iqra’
atau Al qolam “.
- D. Asbabun Nuzul Ayat
Imam
Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ia berkata: “wahyu yang pertama kali turun
kepada Rasulullah SAW ialah berupa mimpi yang benar waktu beliau tidur. Beliau
tidak bermimpi melainkan mimpi itu datang kepada beliau seperti falaq
(cahaya) Shubuh, karena begitu jelasnya.”
Kemudian
hati beliau tertarik untuk mengasingkan diri. Beliau datang ke gua Hira. Disitu
beliau beribadah beberapa malam. Untuk itu beliau membawa perbekalan
secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah untuk
mengambil lagi perbekalan secukupnya. Suatu ketika datanglah wahyu kepada
beliau secara tiba-tiba, sewaktu beliau masih berada di gua Hira. Malaikat
datang kepada beliau di gua itu, seraya berkata, “Bacalah!”
Rasulullah
SAW bersabda “Maka aku katakan, ‘Aku tidak bisa membacanya.’” Kemudian beliau
bersabda, “Dia menarikku lalu mendekapku sehingga aku kepayahan. Kemudian dia
melepaskanku. Ia berkata, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca”.
Maka dia mendekapku lagi hingga aku kelelahan. Kemudian dia melepaskanku lagi.
Lalu ia berkata, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Maka dia
mendekapku lagi untuk ketiga kalinya hingga aku kelelahan. Kemudian dia
melepaskanku lagi, lalu dia berkata “Iqro’ bismirobbikal ladzii kholaq (bacalah
dengan menyebut nama Rabb-mu yang menciptakan).” Sampai pada ayat ‘allamal
insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya)
Kemudian
Nabi SAW pulang dalam keadaan menggigil, sampai masuk di rumah Khadijah. Lalu
beliau berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka beliau diselimuti oleh
Khadijah, hingga hilang rasa takutnya. Lalu beliau berkata, “Wahai Khadijah!
Apa yang terjadi pada diriku?”
Lalu
beliau menceritakan semua kejadian yang baru dialaminya itu, dan beliau
berkata, “Sesungguhnya aku khawatir sesuatu akan terjadi kepada diriku.”
Khadijah
berkata, “Tidak usah takut, bergembiralah! Demi Alloh, Alloh SWT sama sekali
tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menyambung tali silaturrahim, berbicara
dengan jujur, memikul beban tanggung jawab, memuliakan tamu dan menolong sesama
manusia demi menegakkan pilar kebenaran.”
Kemudian
Khadijah mengajak beliau pergi untuk menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin
‘Abdul ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya.
Ia telah memeluk agama Nasrani pada masa jahiliyyah. Ia pandai menulis dalam
bahasa Arab dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab. Usianya telah lanjut dan
matanya telah buta.
Lalu
Khadijah berkata, “Wahai anak pamanku! Tolong dengarkanlah kabar dari anak
saudaramu (Muhammad) ini!” Lalu Waraqah bertanya, “Wahai anak saudaraku! Apa
yang telah terjadi atas dirimu?” Maka Rasulullah SAW menceritakan kepadanya
semua peristiwa yang telah dialaminya. Lalu Waraqah berkata, “Inilah Namus
(Malaikay Jibril) yang pernah diutus kepada Nabi Musa. Seandainya pada saat itu
umurku masih muda. Seandainya aku masih hidup ketika engkau diusir oleh
kaummu..”
Lalu
Rasulullah SAW bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Maka Waraqah
menjawab, “Ya, tidak ada seorang pun yang datang membawa apa yang engkau bawa
kecuali dia pasti dimusuhi. Apabila aku mendapati hari itu, niscaya aku akan
menolongmu dengan dukungan yang besar, sekuat tenaga.”
Tidak
lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara
waktu sehingga Rasulullah SAW sering bersedih. Telah sampai kepada kami, beliau
bersedih dengan kesedihan yang membuat beliau berkali-kali hendak menjatuhkan
diri dari atas puncak gunung. Setiap kali beliau berada dipuncak gunung dengan
maksud menjatuhkan diri, maka saat itu juga muncul malaikat Jibril, lalu
berkata, “Hai Muhammad! Sungguh, engkau benar-benar utusan Allah SWT.”
Maka
tenanglah kegelisahan beliau dengan ucapan tersebut, dan jiwa beliau menjadi
tenang, lalu beliau pulang. Namun apabila wahyu lama tidak turun kepada beliau,
keesokan harinya beliau melakukan hal yang serupa. Apabila beliau berada
dipuncak gunung, maka Jibril muncul dengan mengatakan ucapan yang serupa.
Hadits
ini juga diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari
hadits az-Zuhri. (Fat-hul Baari, XII/368 dan Muslim, I/139.)
Kami
telah membicarakan hadits ini dari segi sanad, matan, dan maknanya secara
terperinci diawal syarh (penjelasan) kami atas Shahih Bukhari.
Jadi, siapa yang menghendakinya, maka disitu sudah dijelaskan secara tertulis.
Hanya milik Alloh Subhanahu wa Ta’alaa-lah segala puji dan anugerah.
Jadi
ayat al-Quran yang pertama kali turun adalah ayat-ayat yang mulia dan penuh
berkah ini. Ayat-ayat tersebut merupakan awal rahmat yang dianugerahkan oleh
Alloh kepada para hamba-Nya, dan merupakan nikmat pertama yang diberikan oleh
Alloh kepada mereka.
- E. Munasabah Dengan Ayat Sesudahnya
Kaitannya dengan ayat sesudahnya
yaitu ayat 6
كلا ان الا نسا ن ليطغى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia
benar-benar melampaui batas,
Hal
itu, karena manusia dikeluarkan-Nya dari perut ibunya dalam keadaan tidak tahu
apa-apa, lalu Dia menjadikan untuknya pendengaran, penglihatan dan hati serta
memudahkan sebab-sebab ilmu kepadanya. Dia mengajarkan kepadanya Al Qur’an,
mengajarkan kepadanya hikmah dan mengajarkan kepadanya dengan perantaraan pena,
dimana dengannya terjaga ilmu-ilmu. Maka segala puji bagi Allah yang telah
mengaruniakan nikmat-nikmat itu yang tidak dapat mereka balas karena banyaknya.
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengaruniakan kepada mereka kekayaan
dan kelapangan rezeki, akan tetapi manusia karena kebodohan dan kezalimannya
ketika merasa dirinya telah cukup, ia malah bertindak melampaui batas dan
berbuat zalim serta bersikap sombong terhadap kebenaran seperti yang
diterangkan dalam ayat selanjutnya. Ia lupa, bahwa tempat kembalinya adalah
kepada Tuhannya, dan tidak takut kepada pembalasan yang akan diberikan
kepadanya, bahkan keadaannya sampai meninggalkan petunjuk dengan keinginan
sendiri dan mengajak manusia untuk meninggalkannya, dan sampai melarang orang
lain menjalankan shalat yang merupakan amal yang paling utama.
F. Dua
ayat lain terkait dengan ayat ini
Ayat yang terkait dengan surat
al-‘alaq 1-5 adalah :
ان علينا جمعه وقرانه
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah:
17).
سنقرئك فلا تنسى
“Kami akan
membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa.” (Al-A’la:
6).
Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia dan mengajarkan manusia untuk saling
memahami dengan pena, meski jarak dan masa mereka sangat jauh. Ini merupakan
penjelasan tentang salah satu indikasi kekusaan dan ilmu (manusia).
“Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”
Allah
memberikan insting dan kemampuan berpikir kepada manusia yang menjadikannya
mampu mengkaji dan mencerna serta mencoba sampai ia mampu menyibak rahasia
alam. Dengan demikian ia dapat menguasai alam dan menundukkannya sesuai dengan
yang diinginkannya.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan
segala yang ada di bumi untuk kamu” (Al-Baqarah: 29).
“Dan dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-Baqarah: 31).
G.
Kandungan Harfiyah Ayat
- Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Kata
اقْرَأْ iqra’ terambil dari kata kerja قْرَأ qara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan
rangkaian tersebut maka anda telah menghimpunya yakni membacanya. Dengan
demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks
tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan, sehingga terdengar
oleh oranglain.
Ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan maka dari itu kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah,menyampaikan, dan sebagainya, dan karna objekmya bersifat umum, maka objek tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik yang merupakan bacaan suci yang bersumber dari tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak tertulis
Ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan maka dari itu kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah,menyampaikan, dan sebagainya, dan karna objekmya bersifat umum, maka objek tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik yang merupakan bacaan suci yang bersumber dari tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak tertulis
- Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Manusia
adalah makhluk pertama yang disebut Allah dalam Al- Qur’an melalui wahyu
pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau
karena segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi
kepentingannya, tetapi juga karena Kitab Suci Al-Qur’an ditujukan kepada
manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara yang ditempuh oleh
Al-Qur’an untuk mengantar manusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah adalah
memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya.
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia : yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya.
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia : yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya.
- Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Kemudian
dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan alam sebagai alat untuk
menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka
berjauhan tempat, sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Alam
sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan
komunikasi , maka apakah sulitnya bagi Allah menjadikan nabi-Nya sebagai
manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar
- yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Kemudian
dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan alam sebagai alat untuk
menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka
berjauhan tempat, sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Alam
sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan
komunikasi , maka apakah sulitnya bagi Allah menjadikan nabi-Nya sebagai
manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar.
- Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam
ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang kelimpahan karunia-Nya yang tidak
terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca.
Dialah tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang
bermanfaat. Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca,
menulis dan berilmu pengetahuan. Demikian pula tanpa pena tidak dapat diketahui
sejarah orang-orang yang berbuat baik atau yang berbuat jahat dan tidak ada
pula ilmu pengetahuan yang menjadi pelita bagi orang-orang yang datang sesudah
mereka
- H. Tafsir Kontektual Terkait Pendidikan Kontemporer
Sejak
awal abad 20 sampai sekarang humanisme merupakan konsep kemanusiaan yang
sangat berharga karena konsep ini sepenuhnya memihak pada manusia, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia dan menfasilitasi pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan keberadaannya
sebagai makhluk mulia. Demikian berharganya konsep ini humanisme ini, maka
terdapat sekurang-kurangnya empat aliran penting yang mengklaim sebagai pemilik
asli konsep humanisme, yaitu 1) Liberalisme Barat, 2) Marxisme, 3)
Eksistensialisme, dan 4) Agama.
Keempatnya
memiliki titik-titik kesepakatan mengenai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan
sebagai nilai universal. Dalam hal ini Ali Syari’ati mendeskripsikan ke dalam
tujuh prinsip, yaitu :
1. Manusia adalah makhluk asli, artinya ia
mempunyai substansi yang mandiri di antara makhluk-makhluk lain, dan memiliki
esensi kemuliaan.
2. Manusia adalah makhluk yang memiliki
kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa. Kemerdekaan
dan kebebasan memilih adalah dua sifat ilahiah yang merupakan ciri menonjol
dalam diri manusia.
3. Manusia adalah makhluk yang sadar
(berpikir) sebagai karakteristik manusia yang paling menonjol. Sadar berarti
manusia dapat memahami realitas alam luar dengan kekuatan berpikir.
4. Manusia adalah makhluk yang sadar akan
dirinya sendiri, artinya dia adalah makhluk hidup satu-satunya yang memuliki
pengetahuan budaya dan kemampuan membangun perasadaban.
5. Manusia adalah makhluk kreatif, yang
menyebabkan manusia mampu menjadikan dirinya makhluk sempurna di depan alam dan
dihadapan tuhan.
6. Manusia makhluk yang punya cita-cita
dan merindukan sesuatu yang ideal, artinya dia tidak menyerah dan menerima “apa
yang ada”, tetapi selalu berusaha megubahnya menjadi “apa yang semestinya”.
7. Manusia adalah makhluk moral, yang hal
ini berkaitan dengan masalah nilai (value).
Humanisme
yang diangkat menjadi paradigma ideologi Islam pada dasarnya juga bertolak dari
ketujuh prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang implisit dalam konsep fitrah
manusia. Namun demikian, humanisme dalam pandangan Islam tidak dapat dipisahkan
dari prinsip teosentrisme. Dalam hal ini, keimanan ”tauhid” sebagai inti ajaran
Islam, menjadi pusat seluruh orientasi nilai. Namun perlu diperjelas, bahwa
semua itu kembali untuk manusia yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah Islam,
Rahmatan lil ’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Dalam
ideologi pendidikan islam terdapat proses pendidikan, metode pendidikan, dan juga
media/alat pendidik, diantara ketiga tersebut akan dibahas dibawah ini, yaitu :
a)
Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan
memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada
pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan
sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua
segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut
satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik,
seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang
dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara
optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba
kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
Dalam proses pendidikan pun terdapat
lima komponen yang diperlukan dalam proses pendidikan, yaitu :
1. Anak Didik.
Anak
didik merupakan pusat proses pendidikan. Ibarat lakon dalam sinetron, mereka
yang menjadi peran utama dalam setiap proses pendidikan. Peran utama tidak
boleh melakukan adegan diluar skenario yang telah digariskan. Peran utama
justru dianjurkan untuk melakukan improvisasi. Pemain hanya bisa memilih
sebelum lakon dikumandangkan. Mau jenis laga, drama, atau humor.
2.
Orang Tua.
Sebelum
pendidikan yang seperti kita sekarang kita kenal, orang tua berperan sebagai
pendidik utama. Tak heran, bila orang tua berprofesi pedagang, akan mengular
sampai sekian keturunan memilih profesi pedagang. Karena sesungguhnya orang tua
berperan sebagai pelatih, mentor, penyelesai masalah dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan
yang sesungguhnya ada dalam keluarga. Keluarga yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan proses pendidikan. Hampir bisa dipastikan, bahwa orang sukses
dikarenakan faktor keluarga.
3. Guru.
Setelah
pendidikan mengalami perkembangan yang signifikan, tidak mungkin seseorang
menguasai berbagai macam ilmu. Oleh karenanya, keluarga mulai rela melepas
proses pendidikan yang semula di rumah, berpindah ke lembaga pendidikan. Guru
yang menerima estafet amanah untuk membimbing, memiliki peran yang sentral.
Karena kedudukan guru sebagai pendidik, pengajar, berperan sebagai model.
Peran
guru yang demikian komplek, mengharuskan selalu menata ulang tata kelola guru.
Tata kelola ini mengarah kepada kepribadian dan profesi. Kalau diibaratkan,
bateray harus selalu dalam kondisi penuh. Selalu dicharge secara terus-menerus.
4. Sekolah.
Hemat
penulis, seharusnya sekolah harus dipilah dengan peran guru. Sekolah mestinya
lebih fokus dalam menangani sarana, system, metode dan teknis. Maka kalau ada
lembaga pendidikan yang telah memilah urusannya masing-masing, model lembaga
pendidikan semacam ini bisa dijadikan contoh. Misalnya, Kepala Sekolah hanya
konsentrasi pada kegiatan pembelajaran. Sementara ada sebuah tim yang telah
memikirkan sarananya. Ada tim yang telah menyiapkan dana.
5. Lingkungan
Masyarakat.
Inilah
satu komponan yang terkadang menjadi kambing hitam. Bila ada siswa yang tidak
mentaati tata tertib, akan dengan mudah menuding karena pengaruh lingkungan.
Kalau ada sekolah yang sudah berpuluh tahun tidak berprestasi, akan dengan
mudah karena lingkungan tidak mendukung. Selama sekolah tidak bisa merangkul
masyarakat, maka sekolah itu tak akan pernah mendapat dukungan masyarakat.
b)
Metode Pendidikan
Pendidikan Islam dalam
pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan
kependidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. bagaimana baik dan
sempurnanya kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala
tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam menyampaikannya kepada peserta
didik . Mohammad Noor Syam secara teknis menerangkan bahwa metode adalah
1. Suatu prosedur yang dipakai untuk
mencapai suatu tujuan.
2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai
dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari
Suatu materi tertentu.
3. Suatu ilmu yang merumuskan
aturan-aturan dari suatu prosedur.
Sementara Al-Syaebany, menjelaskan bahwa metode pendidikan
adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam
rangaka memberikan pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta
didiknya, dan suasana alam sekitar untuk mencapai proses belajar yang
diinginkan.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kedua uraian di atas menjelaskan
dua cara yang ditempuh Allah S.W.T. dalam mengajar manusia. Pertama melalui
pena atau tulisan yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui
pengajaran secara langsung tanpa alat.
Pada
awal surat ini Allah telah mengenalkan diri sebagai yang maha kuasa, maha
mengetahui dan maha pemurah. Pengetahuan-Nya melimputi segala sesuatu,
sedangkan karom atau kemurahan-Nya tidak terbatas, sehingga dia berkuasa
dan berkenan untuk mengajar manusia dengan atau tanpa pena.
Wahyu
Ilahi yang diterima oleh manusia agung dan suci jiwanya adalah tingkat
tertinggi dari bentuk pengajarannya. Tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Nabi
Muhammad S.A.W. dijanjikan oleh Allah dalam wahyunya yang pertama untuk
termasuk dalam kelompok tersebut.
SURAT
AT-TAUBAH AYAT 122
A. Ayat dan
terjemahannya
وما كان المؤمنون لينفروا كا فة
فلولانفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى لد ين وليندرواقومهم اذارجعوااليهم
لعلهم يحذرون ( التوبة۱۲۲)
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (Q.S. At- Taubah: 122).
- B. Makna mufrodat
نفر
: berangkat
perang
لولا
: Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa
yang akan datang. Tapi “Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan
perbuatan yang disebutkan sesudaah kata itu,
apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan
perkara yang mungkin dialami, maka bias saja ”Laula”,itu berarti
perintah mengerjakannya.
الفرقة
: kelompok besar
الطائفة
: kelompok kecil
تفقه
: berusaha keras untuk
mendalami dan memmahami suatu perkara dengan susah payah
untuk memperolehnya.
انذره
: menakut-nakuti dia.
حذره
: berhati-hati terhadapnya.
- C. Makiyyah atau madaniyyah
Surat at- taubah terdiri atas 19
ayat dan ayat 122 termasuk golongan surat Madaniyyah, karena turun di Madinah
pada saat peperangan.
Surat
ini dinamakan at-taubah yang berarti pengampunan berhubung kata at-taubah
berulang kali disebut dalam surat ini. Dinamakan juga dengan baraa’ah yang
berarti berlepas diri yang disini maksudnya pernyatan pemutusan perjanjian
damai dengan kaum musyrikin.
Disamping
kedua nama yang masyhur itu ada lagi beberapa nama yang lain yang merupakan
sifat dari surat ini.
Berlainan
dengan surat-surat lain, maka pada permulaan surat ini tidak terdapat basmalah,
karena surat ini adalah peernyataan paerang total dengan arti bahwa segenap
kaum muslimin dikerahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, sedangkan
basmalah bernafaskan perdamaian dan cinta kasih allah.
Surat
ini diturunkan susudah nabi muhammad saw. Kembali dari peperangan tabuk yang
terjadi pada tahun 9 H. Pengumuman ini disampaikan oleh Saidina Ali ra, pada
musim haji tahun itu juga
- D. Asbabun Nuzul Ayat
Ibnu
Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa
ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, “Jika kalian tidak berangkat
untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih.” (Q.S.
At-Taubah 39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat
ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk
mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan
komentarnya, “Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah
pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah
firman-Nya yang menyatakan, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang).” (Q.S. At-Taubah 122).
Ibnu
Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair
yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar
terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan
pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi
saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman
Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122)
- E. Munasibah dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Berkaitan dengan ayat sebelumnya
ayat 120 dan surat 121 yaitu wajibnya berjihad bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pahala orang-orang yang berjihad di jalan
Allah
Tidaklah
sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di
sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut
(pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri rasul.
yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan
kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu
suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik, dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak
(pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi
mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi Balasan kepada mereka yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Berkaitan dengan ayat sesudahnya
ayat 123-127 Sikap kaum munafik dan kaum mukmin terhadap kitab Allah Ta’ala,
menghormati majlis Al Qur’an dan majlis ilmu.
123.
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu
itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah,
bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
124. dan apabila
diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya)
surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya,
dan mereka merasa gembira.
125.
dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit[666], Maka dengan
surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada)
dan mereka mati dalam Keadaan kafir.
126.
dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji[667]
sekali atau dua kali Setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak
(pula) mengambil pelajaran?
127.
dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada yang lain
(sambil berkata): “Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat
kamu?” sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka
disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.
F. Dua
ayat lain terkait dengan ayat ini
Surat At-Taubah ayat 122
berkaitan erat dengan surat Al Mujadalah ayat 11, bahwa orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya :
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Juaga
berkaitan dengan surat az-zumar ayat 9, menerangkan bahawa orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan itu tidak sama dengan oang yang tak berilmu:
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
G.
Kandungan harfiyah ayat
وما كان المؤمنون لتنفروا كافة فلولا
من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قو مهم ا ذا
رجعوا اليهم لعلهم يحذرون
Tatkala
Kaum Mukminin di cela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian
Nabi Muhammad S.A.W. mengirimkan syariahnya,akhirnya mereka berangkat ke
medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal,maka turunlah firman –Nya
berikut ini : ( Tidak sepatutnya bagi orang –orang yang mukmin itu pergi ) ke
medan perang ( Semuanya. Mengapa tidak ) ( pergi dari tiap-tiap golongan )
suatu kabilah ( di antara mereka beberapa orang ) beberapa saja kemudian
sisanya tetap tinggal di tempat ( untuk memperdalam pengetahuan mereka ) yakni
tetap tinggal di tempat ( mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya ) dari medan perang,yaitu dengan
mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah di pelajarinya ( supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya ) dari siksaan Allah,yaitu dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauuhi larangan-Nya.
Sehubungan
dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan perwakilanny bahwa ayat ini
penerapannya hanya khusus untuk syariah-syariah,yakni bilamana pasukan itu
dalam bentuk syariah lantaran Nabi Muhammad S.A.W. tidak ikut. Sedangkan
ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan
tidak ikut berangkat ke medan perang maka hal ini pengertiannya tertuju kepada
beliau Nabi Muhammad S.A.W. berangkat suatu ghazwah.
Ayat
ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. yakni,
hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama
itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian
bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT
dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu
sendiri tidak disyariatkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah
tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang
kafir dan munafik.
Menurut
riwayat Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia mengatakan, “setelah Alloh SWT
mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rosul Saw dalam
peperangan, maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak
menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal ini
benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rosululloh Saw sendirian. Maka
turunlah wahyu:
- Tafsir Terkait Pendidikan Kontemporer
وما كا ن ا لمؤ منون لينفروا كا فة
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)”
Tidaklah
patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya
berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan.
Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah
dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain,
yang wajib dilaksanakan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila
Rosul Saw sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.
Kewajiban Mendalami Agama dan
Kesiapan Untuk Mengajarkannya.
فلو لا نفر من كل فرقة منهم طا ئفة
ليتفهوا فى لدينولينذروافوقهم اذا رجعوااليهم لعلهم يحذرون
Artinya
: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”
Mengapa
tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat ke medan
tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk suatu negeri
atau suku, dengan maksud supaya orang mukmin seluruhnya dapat mendalami agama
mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal dikota
(Madinah), berusaha keras untuk memahami agama, yang wahyu-Nya turun kepada
Rosululloh Saw yang menerangkan ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau
perbuatan. Dengan demikian maka diketahui hukum beserta hikmahnya, dan
menjadi jelas yang masih mujmal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut.
Disamping itu orang yang mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang
pergi perang menghadapi musuh, apabila mereka telah kembali kedalam kota.
Artinya,
agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin
membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang
akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan
supaya mereka takut kepada Allah SWT dan berhati-hati terhadap akibat
kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka,
mampu menyebarkan pada seluruh umat manusia. Jadi bukan bertujuan supaya
memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan
orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan
para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara
sesama mereka.
Ayat
tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia
mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain
kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga mereka
tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui
oleh setiap mu’min.
Orang-orang
yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan
maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT, dan
tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa
dalam meninggikan kalimat Allah SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan,
mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan
agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
Ayat
ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu dan hukum-hukum ad-Din, atau
panggilan umum untuk berjihad surat ini termasuk surat Madaniyah karena turun
di Madinah pada saat peperangan.
Ayat
ini menunjukkan, bahwa jihad itu dapat dengan harta kekayaan, dapat pula dengan
jiwa. Barangsiapa mampu melakukan semuanya, maka wajib melakukannya. Tetapi
jika hanya mampu 1 diantara keduanya, maka yang ia mampui itulah yang wajib ia
lakukan. Pada masa pengaturan perang, kaum muslimin yang ahli dalam kemiliteran
wajib melatih bala tentara.
Allah swt telah menerangkan
faidahnya dalam firman-Nya:
ذا لكم خير لكم انكنتم تعلمون( التوبة ٤۱۱)
Arttinya: “ karena demikian itu
lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS.
At-
Taubah: 41)
Dalam
ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat
ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian
berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan
mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan
secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan
bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang
yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan
orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah
bersabda:
“Di
hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan
ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)”.
Tugas
ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan
baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum
mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas
setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing,
karena Rasulullah saw. telah bersabda; “Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah
kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran”.
Akan
tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun
menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena
sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko
dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang
menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu
agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka
dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara
atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila
umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum
halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih
dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah
agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam
menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.
Di
samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan besar
yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh umat
Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah
selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah
orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam
dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh
karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan
atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan
sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima
pengetahuan.
Orang-orang
yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya.
Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu
pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar
menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan
menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat diambil
suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin
mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan
mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut
pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang
ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama
adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan
kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan
manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan
mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat
Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan
yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan
tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah
wajib pula hukumnya.
Dalam hal ini, para ulama Islam
telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi:
“Setiap sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya”.
Karena
pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan
para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama dari wajib militer agar
pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan lancar,
kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya besar yang harus dihadapi oleh
segala lapisan masyarakat.
Ayat di atas menjadi acuan kita yang
berhubungan dengan kewajiban belajar dan mengajar. Terdapat beberapa sumber
yang tentunya harus kita kaji lebih dalam lagi, karena dari sekian kitab-kitab
tafsir yang sudah ada ternyata berbeda dalam penafsirannya. Namun pada pokoknya
adalah ;
1. Kewajiban manusia untuk
belajar dan mengajar agama;
2. Ayat ini memberi anjuran
tegas kepada umat Islam agar ada sebagian dari umat Islam
untuk memperdalam agama;
3. Pentingnya mencari ilmu
juga mengamalkan ilmu;
4. Pentingnya memperdalam ilmu
dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya
mempertahankan wilayah;
5. Hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata
dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama;
6. Antara jihad berperang
dan jihad memperdalam ilmu agama keduanya penting dan keduanya
saling mengisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah
Tafsir Al-Maroghi. Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang.
Mahmud Syaltut,1990, Tafsir
Al-qur’anul Karim, Bandung: CV. Diponegoro
Muhammad Musthafa Al-Maraghi, 1992,
Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV. Toha Putra
Imam Jalaluddin Al-Mahali, Imam
Jalaluddin As-Suyuthi, 2011, Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat,
Bandung, Penerbit Sinar Baru
KH. Qomaruddin, HAA. Dahlan, Prof.
Dr. M.D. Dahlan,1989, Asbabun- Nuzul, Bandung : Cv. Diponegoro
Departemen Agama,1996, Al-Qur’an dan
Terjemahanya, Jakarta, CV. Indah Prees
Al-Imam Muhammad, ’Usman Abdullah,
Al-Mirgani, Tajut Tafasir Mahkota Tafsir, Jilid III Surat Ar-Rum 1 s.d Surat
An-Nas 6, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), Cet. I.
Departemen Agama Republik indonesia,
Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid X, (Yogyakarta: Dep. Agama RI, 1990).
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
Cet. IV.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/02/lima-komponen-proses-pendidikan-525124.html,
di unduh pada tanggal 25 Maret 2013, pukul 19.39 wib.
http://hadirukiyah2.blogspot.com/2010/01/resume-ii-ideologi-pendidikan-islam.html,
di unduh pada tanggal 15 Maret 2013, pukul 19.25 wib.
http://newjoesafirablog.blogspot.com/2012/04/metode-pendidikan-islam.html,
di unduh pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 19.45 wib.
http://www.artikelbagus.com/2011/06/tujuan-dan-proses-pendidikan.html,
di unduh pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 19.41 wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar