TOKO 0SCAR CLASSER

Jumat, 07 Februari 2014

makalah ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT EFISTIMOLOGI DAN LOGIKA

BAB I
PENDAHULUAN


1.        Latar belakang
Filsafat merupakan kegiatan olah fikir yang sangat mendalam terhadap suatu persoalan kecil yang dianggap penting oleh seseorang, yang mungkin dianggap sebagai hal yang tidak penting oleh orang lain dan mungkin tidak dapat memberikan kontribusi secara langsung dalam kehidupan seseorang. Dalam tahap perkembangannya, filsafat sering mencapai pasang surut
sesuai masanya. Ada kalanya filsafat mendapatkan tempat yang cukup tinggi di suatu peradaban masyarakat, namun ada kalanya pula filsafat diabaikan, tidak dianggap keberadaannya, bahkan sampai mati sama sekali, dan dapat kembali muncul berkat perjuangan dan pemikiran para filsuf yang berperan sangat besar untuk perkembangan filsafat tersebut. Dalam perkembangannya, ada banyak tokoh yang mengikuti suatu aliran filsafat tertentu serta ide yang dicetuskannya, dan sebagian tokoh dan idenya tersebut akan dipaparkan dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN


A.   ALIRAN FILSAFAT, TOKOH DAN IDENYA
1   Filsafat pada Masa Yunani Kuno.
Pada masa Yunani Kuno, perkembangan filsafat diibaratkan bagai gunung-gunung dan mata air. Filsafat (akal) mendapatkan tempat yang sangat tinggi dan mengalahkan agama.  
2   Filsafat Socrates
Pada masa Yunani Kuno, akal mendapatkan tempat yang paling tinggi mengalahkan agama dan segalanya, sehingga manusia pada zaman tersebut hidup tanpa suatu pegangan apapun. Hal ini dapat terbukti dari:
a. Kekacauan kebenaran, karena tidak ada ukuran umum tentang suatu nilai kebenaran.
b. Semua teori sains diragukan dan semua akidah dan kaidah agama dicurigai..
c.Banyak muncul “pembela” kebenaran yang menjadi guru filsafat, filosof dan hakim sehingga kekacauan semakin meluas.
 3   Filsafat pada sekitar Tahun 0 Masehi
Sepeninggal Socrates, pemikirannya masih tetap bekerja. Pada tahun 0 Masehi, perkembangan Filsafat juga diibaratkan sebagai gunung-gunung dan mata air. Ada dua tokoh penting pada masa ini, yaitu Plato dan Aristoteles.
4  Jaman Kegelapan, Dominasi Gereja (Abad 12 s/d 13 Masehi)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan tertutup atau mati. Tepat di pengujung zaman helenisme menjelang neo-Platonisme, filsafat benar-benar kalah.  
5  Abad 15 (Jaman Pengerahan)
rumusan yang dikemukakan oleh Saint Anselmus yaitu Credo ut intelligan, tidak akan merugikan perkembangan filsafat jika wahyu yang dijadikan acuan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis
6   Abad 16 (Awal Jaman Modern)
Pada awal jaman modern ini, perkembangan filsafat diibartkan sebagai sungai-sungai. Ada beberapa tokoh yang memberikan sumbangan sejarah pada masa ini, antara lain Rene Descartes dan David Hume
7  Abad 17 s/d 18 (Jaman Modern)
Pada masa ini, filsafat diibaratkan sebagai muara sungai.  
8  Abad 18 s/d 19 (Jaman Pos Modern)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan sebagai pantai-pantai. Tokoh utama pada masa ini adalah Auguste Comte, yang merupakan tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon, untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala, sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala. Bagi Comte, untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu metode ini diarahkan pada fakta-fakta, diarahkan pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat hidup, berusaha ke arah kepastian, dan berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen, yang biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, serta metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkembangan gagasan. Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 zaman, yaitu; zaman teologis, zaman metafisis dan zaman ilmiah atau zaman positif.
1)  Pada zaman teologis , manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.
2) Zaman metafisis atau tahap transisi. Tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya. Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme yang dapat menerangkan gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa empirik.
3)  Zaman positif, adalah tahapan yang terakhir dari pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan hukum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental.
9    Pos Pos Modern (Power Now)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan sebagai laut dangkal. Ada beberapa pandangan yang sangat berpengaruh pada masa ini, antara lain paham Pragmatism, Utilitarian, Capitalis dan Hedonisme.
a.  Pragmatism
Konsep pragmatisme mula-mula dikemukan oleh Charles Sandre Peirce pada tahun 1839.  
b.  Utilitarian
Utilitarianisme merupakan bagian dari etika filsafat yang berkembang sebagai kritik atas dominasi hukum alam.  
c.   Capitalis
Dalam perkembangan filsafat kapitalis, tokoh yang sangat berperan adalah Karl Marx yang menyatakan beberapa hal penting terkait dengan kapitalisme.  
d.  Hedonisme
Salah satu aliran aksiolgis dalam filsafat adalah Hedonisme. Hedonisme erat kaitannya dengan Epicurus, karena dia yang menggagas hedonisme.   Epicurus memiliki pandangan tentang agama dan kesenangan atau kenikmatan, yaitu:
1.      Pendapat Epicurus tentang agama dan Tuhan
 2.      Pandangan Epicurus tentang kenikmatan:

10    Kehidupan Praktis (Kontekstual)
Pada masa ini, perkembangan filsafat diibaratkan sebagai Laut Dalam. Orang telah melakukan telaah secara mendalam tentang segala sesuatu yang menarik di benak atau fikirannya


B.       Epistemologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub


C.  Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur[1].
Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Logika sebagai ilmu pengetahuan

Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.

Logika sebagai cabang filsafat

Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran

Dasar-dasar Logika

Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.

Penalaran deduktif

Penalaran deduktif, kadang disebut logika deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
  1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
  2. Semua kuda adalah mamalia
  3. Setiap kuda punya sebuah jantung

Penalaran induktif

Penalaran induktif, kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
  1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
  2. Kuda Australia punya sebuah jantung
  3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
  4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
  5. Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

BAB III.
KESIMPULAN

Dalam perkembangannya, filsafat seringkali mengalami pasang dan surut pada setiap periode. Masa pasang dan surut dalam tahap perkembangan filsafat tersebut membuktikan bahwa filsafat sebagai kegiatan olah fikir, tidak hanya tiba-tiba ada sebagai hasil pemikiran manusia sekarang, namun itu merupakan hasil perkembangan olah fikir sejak zaman dahulu. Dari hasil pemahaman perkembangan pasang surut filsafat sejak jaman yunani kuno hingga jaman sekarang, dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa keberadaan filsafat (akal) dan hati (agama) harus saling beriringan dan tidak saling mengalahkan.kejayaan filsafat tanpa agama tidak akan membawa kehidupan yang seimbang dalam masyarakat. Hal ini terbukti pada jaman yunani kuno dan awal jaman modern. Demikian pula kemenangan agama tanpa filsafat juga tidak akan membawa kedamaian. Hal ini terbukti pada masa abad ke 12/ 13 Masehi, dimana kekuasaan didominasi kekuatan gereja. Jadi, peran filsafat dan agama secara berimbang sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang seimbang dan damai.


MAKALAH

FILSAFAT UMUM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Kuliah Filsafat





DISUSUN OLEH :
ISMA PATIMATU SOLIHAT
FAK/JUR : TARBIYAH / PAI


INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
SINGAPARNA – TASIKMALAYA
2014


KATA PENGANTAR


Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah STW, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis filsafat  berjudul " ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT EFISTIMOLOGI DAN LOGIKA"
 Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua
Tasikmalaya, Februari 2014

Penulis


DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...............................................................................         i
DAFTAR ISI..............................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................        1
1.      Latar Belakang...............................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................        2
A.    Aliran – Aliran Filsafat .................................................................        2
B.     Efistimologi.....................................................................................        5
C.    Logika.............................................................................................        8
BAB III KESIMPULAN...........................................................................      10
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR PUSTAKA



Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values; 44-49, World Books, Albuquerqe, New Mexico, p.1,11.
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar