BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah pemikiran
filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang
diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh
penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya
filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap
dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim
beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud
bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu
menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan
metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali
pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan
lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.
B. Rumusan Masalah
a) Siapakah Ibnu Sina?
b) Apa saja karya-karya yang
dihasilkan oleh Ibnu Sina?
c) Apa saja pemikiran
filsafat yang dikemukakan oleh Ibnu Sina?
C.
Tujuan Penulisan
a) Untuk mengetahui sejarah singkat tentang Ibnu
Sina.
b) Untuk mengetahui Karya-karya Ibnu Sina.
c) Untuk mengetahui pemikira filsafat yang di
kemukakan oleh Ibnu Sina.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
Nama lengkapnya Abu Ali al-husein ibn Abdullah ibn
al-Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Bukhara,
Transoxiana (persia utara) pada 370 H (±980M). Ayahnya berasal dari kota balakh
kemudian pindah ke bukharah pada masa raja Nuh ibn manshur dan diangkat oleh
raja sebagi penguasa di kharmaitsan, satu wilayah di kota bukharah.
Ia mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa
sehingga di usia 10 tahun telah mampu menghafal Al-Qur’an, sebagian besar
sastra arab, dan ia juga hafal kitab metafisika karangan aristoteles setelah di
bacanya empat puluh kali, kendatipun ia baru memahaminya
setelah membaca ulasan Al-Farabi[1].
Ibnu Sina
mempelajari beberapa bidang ilmu pengetahuan, antara lain[2]:
1)
Ilmu ilmu agama
Dimulainya belajar Qur’an pada tahun 375 H, sewaktu umur
baru 5 tahun. Kemudian terus mempelajari ilmu-ilmu islam yamg lainnya seperti
tafsir, fikih, ushuluddin, tasawuf dan lainnya.
2)
Ilmu-ilmu filsafat
Setelah umurnya mencapai 10 tahun dia sudah menguasai
ilmu-ilmu agama, ayahnya mulai menyuruhnya belajar ilmu falsafah dengan segala
cabangnya. Dia di suruh belajar kepada saudagar rempah-rempah untuk mempelajari
ilmu hitung india.
3)
Ilmu politik
Tidak kurang
pentingnya untuk diketahui, bahwa ilmu politik sudah diperkenalkan kepada ibnu
sina pada umur mudanya. Ayahnya adalah tokoh terkemuka dari aliran
“isma’iliyah” dari partai syi’ah. Pada waktu itu pemimpin propogandis aliran
tersebut yang berpusat di mesir di bawah pimpinan Fathimiyah, sering kali
berkunjung dan berunding dengan ayahnya, untuk meluaska sayap partai itu ke
daerah bukhara. Ibnu sina selalu disuruh duduk mendengarkan segala uraian
politik mereka. Saudaranaya Abdul harist mengikuti aliran ayahnya, menjadi
pengikut yang setia dari partai isma’iliyah, tetapi ibnu sina tidak pernah
tertarik dengan aliran itu.
4)
Ilmu kedokteran
Di dalam tingkat terakhir, Ibnu Sina tertarik kepada ilmu
kedokteran. Dia mempelajari ilmu
itu sewaktu umurnya 16 tahun, dan dalam waktu 18 bulan (1½ tahun)
selesailah ilmu itu ia kuasainya.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah
dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh
Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat
sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan
buku-buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan.
Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang
ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa
lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu[3].
B. Karya-Karya Ibnu Sina
Pada usia 20 tahun ia telah menghasilkan karya-karya
cemerlang, dan tidak heran kalau ia menghasilkan 267 karangan di antara
karangan nya yang terpenting adalah[4]:
1)
Al – syifa’ latinnya
sanatio (penyembuhan), ensiklopedi yang ter diri dari 18 jilid mengenai
fisika, metafisika dan matematika. Kitab ini di tulis ketika menjadi mentri di
Syams al-Daulah dan selesai masa ala’u al-Daulah di isfahan.
2)
Al- Najah, latinnya
salus (penyelamat), keringkasan dari as-Syifa’.
3)
Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan
peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4)
Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi
medis dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada
Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5)
Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6)
Hidayah al-Rais li al- Amir
7)
Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8)
Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
C.
Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Berkaitan dengan metafisika, Ibnu Sina juga membicarakan
sifat wujudiyah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat
lain, walaupun esensi sendiri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam
akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap esensi
yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar
artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Tidak mengherankan
kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat
wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof lain.
Kalau dikombinasikan, esensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi
berikut :
a) Esensi yang tak dapat mempunyai
wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina yaitu sesuatu yang
mustahil berwujud (mamnu’ul wujud/impossible being). Contohnya,
adanya sekarang ini juga kosmos lain di samping kosmos yang ada.
b)
Esensi yang boleh mempunyai wujud
dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin
yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud (mumkinul
wujud/ contingent being). Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada
kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
c)
Esensi yang tak boleh tidak mesti
mempunyai wujud. Disini esensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Esensi dan
wujud adalah sama dan satu. Di sini esensi tidak dimulai oleh tidak berwujud
dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan esensi dalam kategori kedua,
tetapi esensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama - lamanya. Yang serupa ini
disebut mesti berwujud (waibul wujud/ necessary being) yaitu Tuhan. Wajib al wujud inilah
yang mewujudkan mumkin al wujud.
Dengan demikian, tuhan adalah unik dalam arti Dia adalah
Kemaujudan yang Mesti, segala sesuatu selain Dia bergantung kepada diri dan
keberadaan tuhan. Kemaujudan yang mesti itu harus satu. Nyatanya, walaupun di
dalam kemaujudan ini tak boleh terdapat kelipata sifat-sifat Nya. Tetapi tuhan
mempunyai esensi lain, tak ada antribut antribut lain kecuali bahwa Dia itu
ada, dan mesti ada. Ini dinyataka Ibn Sina dengan mengatakan bahwa esensi tuhan
identik dengan keberadaan Nya yang mesti itu. Karena tuhan tidak berensensi
maka Dia mutlak sederhana dan tak dapat di definisikan.
Ibn Sina adalah penganut faham emanasi Ia
berpendapat bahwa dari tuhan memancar akal pertama. Sekalipun tuhan terdahlu
dari segi zat, namun tuhan dan akal pertama adalah sama-sama azali. Selajutnya
ibn Sina berpendapat, berbeda dengan al farabi, bahwa akal pertama mempunyai
dua sifat: sifat wjib wujudnya sebagai pancaran dari Allah dan sifat mungkin
wujudnya jika di tinjau dari hakikat dirinya. Dengan demikian Ia mempunyai tiga
objek pemikiran:
a)
Tuhan, Dari pemikiran tentang tuhan timbul akal-akal
b) Dirinya sebagai
wajib wujudnya, Dari pemikiran ini timbul jiwa-jiwa
c)
Dirinya sebagai mungkin wujudnya, Dari pemikiran ini
timbul langit langit
Untukmembuktikan adanya jiwa Ibn Sina
mengajukan beberapa Argumen yakni:
a) Argumen Psikofisik
Untuk
pembuktian ini Ibn sina mengatakan bahwa gerak dapat di bedakan kepada gerak
terpaksa, yakni gerak yang didorong unsur luar. Dan gerak tidak terpaksa
. gerak yang tidak terpaksa ada kalanya terjadi karena hukum alam, seperti
jatuhnya batu dari atas kebawah, ada juga yang menentang hukum alam, seperti
manusia berjalan di kulit bumi ini. Menurut hukumm alam manusia harus diam di
tempat karena mempunayi berat badan sama dengan benda padat. Gerak di luar
hukum alam ini tentu terdapat unsur tertentu diluar tubuh itu sendiri.
b)
Argumen “Aku” dan kesatuan fenomena psikologis.
Untuk
membuktikan argumen ini, Ibn Sina membedakan aku sebagai jiwa, dan badan
sebagai alat. Ketika seseorang mengatakan aku akan tidur, maksudnya bukan ia
akan pergi ke tempat tidur atau memejamkan mata dan tidak menggerakkan
badan, tetapi adalah seluruh pribadi yang merupakan aku. Aku menurut
pandangan Ibn Sina adalah bukanlah fenomena fisik, tetapi adalah jiwa dan
kekuatannya.
c)
Argumen kelangsungan (kontinuitas).
Menurut Ibn
Sina hidup rohaniah kita hari ini berkaitan dengan hidup kita yang kemarin
tanpa ada tidur atau kekosongan. Jadi hidup adalah berubah dalam satu untaian
yang tidak putus-putus.
d) Argumen manusia terbang di udara
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu
Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut
didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya
untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut :
“Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun
jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa
yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam
kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau
perlawanan, dan anggota – anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga
tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun
orang tersebut tidak akan ragu – ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar
dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak
mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya
adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga
dimensi). Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan)
ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya,
tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber
lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Akal
manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal
aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang
terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia
akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads
yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya,
sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif
dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini
mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia
dan terdapat hanya pada nabi – nabi.
Jadi wahyu
dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untuk beramal dan menjadi
orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka.
Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namun demikian, wahyu
teknis ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yang diperlukan, juga tak
pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut tidak memberikan
kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalam selubung simbol – simbol.
Namun sejauh mana wahyu itu mendorong ?. Kecuali kalau nabi dapat menyatakan
wawasan moralnya ke dalam tujuan – tujuan dan prinsip – prinsip moral yang
memadai, dan sebenarnya ke dalam suatu struktur sosial politik, baik wawasan
maupun kekuatan wahyu imajinatifnya tak akan banyak berfaedah. Maka dari itu,
nabi perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorang negarawan tertinggi –
memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yang sebenarnya.
Mengenai tasawuf, menurut ibnu sina tidak dimulai dengan
zuhud, beribah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu
oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima
ma’rifah dari akal fa’al. Dalam pemahaman ibnu sina bahwa jiwa-jiwa manusia
tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah,
tetapi perbedaannya terletak kepada ukuran persiapannya untuk berhubungan
dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya tuhan dengan manusia atau
bertempatnya tuhan di hati manusia tidak diterima oleh ibnu sina, karena
manusia tidak bisa langsung kepada tuhannya, tetapi melalui perantara untuk
menjaga kesucian tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak
tercapai, kecuali perhubungan antara manusia dengan tuhan saja. Karena manusia
mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar ini
tidak langsung keluar dari allah, tetapi melalui akal fa’al.
Berkaitan dengan anggapan bahwa ittihad dapat membawa
bersatunya makhluk dengan penciptanya tidak dapat diterima akal sehat, karena
hal ini mengharuskan sesuatau menjadi satu dan banyak pada waktu yang sama.
Ibn Sina
menggambarkan sebab atau wakil di mulai dengan sebab ini. mutakallimun
berpendapat bahwa pencipta alam adalah sebagai akibat dari atau hasil dari
tuhan yang bertindak sebagai pencipta. Pendapat ini digunakan berbagai
istilah dalam bahasa arab yang artinya sama dengan penciptaan, penghasilan,
pembuatan, pekerjaan, pembawaankepada wujud dan lain – lain. Seperti arsitek,
sebelum arsitek membuat rumah, rumah itu tidak ada, kalau rumah itu sudah ada
berarti rumah itu sudah tidak membutuhkan lagi wakil atau sebab untuk ada.
Penciptaan alam oleh tuhan berbeda dengan pembuatan sebuah rumah oleh arsitek :
a. Rumah kalau sudah dibangun ia tidak perlu lagi wakil,
sedangkan alam selamanya perlu wakil. Sesudah dia diciptakan, ia butuh terus kepada tuhan.
b. Wakil adalah dalam waktunya mendahului dari rumah itu. Dengan perkataan lain, sebab
mendahului perbuatan dalam segala perbuatan yang terjadi dalam alamTuhan adalah
sebab yang efisien dari alam, tidak perlu didahului oleh waktu. Dengan kata
lain ibnu sina memandang antara sebab dan akibat, walaupun bagaimana sebab itu,
datang juga dari sebab.
Ibnu sina mengarang sebuah karangan tentang Al-Isyk (Kehendak). Dia berkata
: “kehendak adalah unsur murni dari wujud. Kemudian wujud makhluk dijelmakan
oleh kehendak dan bersatu dengan dirinya sendiri atau wujud dan kehendaknya
adalah sama”. Dalam bagian ini ibnu sina berkata : “teranglah, bahwa
dalam setiap makhluk terdapat suatu kehendak batin. Kehendak batin ini dengan
kebutuhannya menjadi sebab dari penciptanya. Setiap unsure ditemani kehendak
batin yang senantiasa kelihatan padanya, yang menyebabkan wujudnya”. Pengertian
ini menjadi bentuk filsafat cahaya akal dari ibnu sina. Pendiriannya yang
menolak gambaran tuhan sebagai wakil sebab, memungkinkan orang tuk mempelajari
pendiriannya tentang Tuhan Maha Mengatur.
Diterangkan dalam kitab Al-Isyarat :”Maha tahu adalah perwakilan dalam
undang alam semesta, dalam pengetahuan abadi, dalam suatu waktu tertentu”.
Undang pelimpahan tuhan dalam bentuk hirarki dan kekhususan adalah dengan
pelimpahan rasionil. Keterangan tersebut menyebabkan orang dapat melihat
bagaimana ibnu sina menguraikan tentang sifat Maha Tuhan dan mengenai baik dan
buruk. Orang akan merasa pesimis dan memberikan uraiannya bahwa antara baik dan
buruk, baiklah yang akan menang. Tuhan menghendaki baik oleh karena itu ia
menyempurnakan wujud-Nya. Makhluk adalah baik dan kesempurnaan makhluk itu
adalah terdapat dalam segala makhluk. Karena segala kebaikan dan kesempurnaan
datang dari tuhan. Sebab tuhan itu mempunyai sifat Rahman dan Rahim, ia akan
menjelma dalam setiap yang dikuasaiNya.
Ibnu Sina menggambarkan tentang pengertian benda itu sebagai seorang
perempuan yang tidak cantik yang memakai topeng sehingga dia tampak cantik
sekedar untuk menutupi ketidakcantikannya. Oleh karena itu, perempuan tidak
dapat terpisah dari topeng tersebut, topeng tersebut memberi kecantikan padanya. Tuhan sebagai puncak makhluk, maka tuhan pula
merupakan puncak rupa depan yang memberi nikmat. Kita harus mengenal tuhan sebagai wakil sebab. Nafsu adalah sebab akhir dari makhluk yang mencoba memperoleh
kesempurnaan dan kebaikan.
Undang alam semesta adalah sebaik – baik undang makhluk, dan dunia kita
adalah sebaik – baik alam yang dapat difahamkan oleh otak manusia. Selama dunia
ini tersusun dari kebutuhan dan kemungkinan, dunia ini terjadi dari benda
bentuk, potensi dan hakikat, kejahatan selamanya aka nada, kejahatan lebih
sedikit daripada kebaikan dan kejahatan itu bersifat negative dan kebaikan itu
bersifat positif. Kejahatan timbul dari makhluk sendiri.
Pengetahuan manusia terbatas, dia
tidak dapat mengerti hikmah yang berada dalam kejahatan tuhan tidak melihat kepada
sesuatu pendirian kita yang terbatas, akan tetapi tuhan memandang secara
keseluruhannya terletak dalam aturan hirarki yang turun dari tuhan. Untuk
membuktikan bahwa tuhan maha mengetahui, ibnu sina pernah menghadapi tiga buah
pernyataan yang berlawanan, yaitu :
a. Tentang pendirian filsafat
aristoteles yang mengatakan bahwa tuhan berada diluar
alam.
b. Tesis Alqur’an yang mengatakan : “tuhan adalah maha
tahu akan segala yang tidak terlihat. Tidak ada sebutir atom atau lebih kecil
dari itu atau lebih besar di langit dan di bumi yang tersembunyi kepada-Nya,
itulah seterang – terangnya bukti” (Surat 34/4)
c. Tentang pendapat Plato dan Neoplatenis, yang
mengatakan bahwa tuhan adalah
prinsip pertama, Yang Esa dan Dia jauh dari apa yang dapat disifatkan oleh
pengetahuan , sebab dengan meletakkan kepada Tuhan pengetahuan. Dia mempunyai
sifat yang rangkap yaitu tahu dan pengetahuan.
Dalam
An-Najat ibnu sina berkata : “Kebenaran pertama, jika ia tahu dirinya sendiri,
dia tahu bahwa Dia adalah dasar pertama dari makhluk dan segala sesuatu yang
keluar daripada-Nya”. Putusan paham ibnu sina diberikannya, bahwa ilmu Tuhan
tentang kekhususan adalah didasarkan pada pokok pelajaran sebab musabab. Segala
sesuatu berkehendak kepada hubungan sebab dan akibat.
Menurut ibnu sina akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa.
Ada dua macam akal yaitu : akal manusia dan akal aktif. Semua pemikiran yang
muncul dari manusia sendiri untuk mencari kebenaran disebut akal manusia.
Sedangkan akal aktif adalah semua pemikiran manusia yang mendatang kedalam akal
manusia dari limpahan ilham ke-Tuhanan. Ibnu sina juga terkenal dengan
rumusannya yaitu : akal (pemikiran) membawa alam semesta ini kedalam bentuk – bentuk. Rumusan ibnu sina diambil alih
oleh seorang pendeta Dominican Albertus Magnus (1206 - 1280) yang dikemukakan
di dunia barat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga
sebagai Avicenna di Dunia
Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter
kelahiran Persia (sekarang
sudah menjadi bagianUzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang
produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan
Diantara karya dari ibnu sina yang
terpenting adalah
1)
Al – syifa’ latinnya
sanatio (penyembuhan)
2)
Al- Najah, latinnya
salus (penyelamat), keringkasan dari as-Syifa’.
3)
Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan
peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4)
Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi
medis dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada
Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5)
Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6)
Hidayah al-Rais li al- Amir
7)
Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8)
Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
Ibnu sina juga mengemukakan pemikirannya tentang
filsafat,antara lain :
1) Filsafat
Metafisika
2) Filsafat jiwa
3) Filsafat
kenabian
4) Filsafat
tasawuf
5) Hukum sebab
musabab
6) Tuhan maha
pengatur dan maha tahu serta
7) Pandangan hidup
tentang akal
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimsyah Nasution,
filsafat islam,1999,jakarta timur :Gaya media pratama
Harun Nasution, Falsafat dan
Mistisme dalam Islam,1992,Jakarta : Bulan Bintang
Sudarsono, filsafat
islam,2004,jakarta : PT Rineka cipta
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Cipasung Nopember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................... ` 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina.......................................................................... 2
B. Karya – karya Ibnu
Sina............................................................... 3
C. Pemikiran Filsafat
Ibnu Sina........................................................ 4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
IBNU
SINA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Tasauf
Disusun Oleh :
N a m a :
K e l a s :
F a k / J u r :
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
SINGAPARNA – TASIKMALAYA
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar