TOKO 0SCAR CLASSER

Selasa, 01 Oktober 2013

CONTOH MAKALAH USHUL FIQH



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia hidup dalam suatu komunitas, di mana masing-masing mereka mempunyai kepentingan sendiri-sendiri yang kadang-kadang dalam memenuhi kepentingannya itu terdapat pertentangan kehendak antara satu dengan lainnya.
Agar antara masing-masing individu itu tidak terjadi tindakan yang semau hati diperlukan suatu aturan permainan hidup secara pasti mengikat dan menuntun mereka dalam bertindak. Dengan adanya aturan tersebut setiap individu tidak merasa dirugikan kepentingannya atas batas-batas yang layak. Aturan-aturan itulah yang disebut dengan hukum.
Untuk manusia secara keseluruhan, hukum itu telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan seluruh umat manusia secara pasti. Untuk menyampaikan aturan-aturannya itu, Allah memilih mengangkat Rasul sebagai pesuruh dan utusan-Nya kepada manusia. Rasul itulah yang bertugas menyampaikan dan memberitahu hukum atau aturan-aturan tersebut kepada manusia.
Setelah Rasul diutus dan aturan-aturan tersebut telah sampai kepada manusia, maka sejak saat itu pula manusia ditaklifi untuk mematuhi segala aturan tersebut dalam segala tindakan yang mereka lakukan. Mereka dituntut untuk melakukan segala yang diperintah dan meninggalkan segala yang dilarang.
Tugas memberitahu hukum syar’i berikutnya setelah Rasul meninggal diteruskan oleh para sahabat. Kemudian, setelah periode sahabat berlalu, seterusnya para ulama tabi’in, tabi’tabi’in, dan begitu seterusnya oleh para ulama, baik fuqaha, muhaddasin, mutakallimin, dan lain sebagainya.
1
 
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian Hakim, Mahkum ‘Alaih dan Mahkum Fih ?
2. Bagaimana hubungan antara hakim dan mahkum ‘alaih ?
3. Sebutkan ragam-ragam hukum syari’at ?

C. Tujuan Penulisan
1. Hendaknya mahasiswa mampu memahami pengertian hakim. Mahkum fih, mahkum ‘Alaih .
2. Dapat menjelaskan hubungan antara mukallaf dengan hakim.
3. Agar mahasiswa mengetahui ragam-ragam hukum yang ditentukan kepada mukallaf.
D. Manfaat
1. Mengetahui pengertian Hakim, Mahkum fih dan Mahkum Alaih.
2. Mengetahui hubungan antara mukallaf dengan hakim.
3. Mengetahui Ragam-ragam hukum yang ditentukan kepada mukallaf.


                                                                  









BAB II
PEMBAHASAN

I.  MAHKUM FIH ( OBYEK HUKUM)
A. Pengertian Mahkum Fih
          Yang dimaksud dengan Mahkum Fih ialah perbuatan mukallaf yang menjadi obyek hukum syara’ (syukur,1990:132). Mahkum Fih ialah pekerjaan yag harus dilaksanakan mukallaf yang dinilai hukumnya (sutrisno,1999:120). Sedangkan menurut ulama ushul fiqih yang dimaksud Mahkum Fih adalah obyek hukum,yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syar’i baik yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan, memilih suatu pekerjaan,dan yang bersifat syarat,sebab,halangan,azimah.,rukhsah,sah serta batal (Bardisi dalam Syafe’i, 2007:317). Jadi,secara singkatnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mahkum fih adalah perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’i.
          Para ulama pun sepakat bahwa seluruh perintah syari’ itu ada obyeknya yaitu perbuatan mukallaf. Dan terhadap perbuatan mukallaf tersebut ditetapkannya suatu hukum:
Contoh:
1.      Firman Alloh dalam surat al baqoroh:43
و اقيمو االصلاة……….. )البقرة(
Artinya:”Dirikanlah Sholat
Ayat ini menunjukkan perbuatan seorang mukallaf,yakni tuntutan mengerjakan sholat,atau kewajiban mendirikan sholat.
2.     
3
Firman Alloh dalam surat al an’am:151
ولاتقتلواالنفس االتي حر م االله الا باالحق )الانعا م (151
Artinya:”Jangan kamu membunuh jiwa xang telah di haramkan oleh Alloh melainkan dengan sesuatu (sebab)yang benar’’.
Dalam ayat ini terkandung suatu larangan yang terkait dengan perbuatan mukallaf,yaitu larangan melakukan pembunuhan tanpa hak itu hukumnya haram.
3.      Firman Alloh dalam surat Al-maidah:5-6
اذاقمتم الى الصلاة فا غسلوا وجو هكو و ايد يكم الى المرا فق الما ئد ه 5-6
Artinya:”Apabila kamu hendak melakukan sholat,maka basuhlah mukamu dan tangan mu sampai siku siku”
Dari Ayat diatas dapat diketahui bahwa wudlu merupakan salah satu perbuatan orang mukallaf,yaitu salah satu syarat sahnya sholat.
Dengan beberapa contoh diatas,dapat diketahui bahwa obyek hukum itu adalah perbuatan mukallaf.

B.   Syarat –syarat mahkum fih
·         Mukallaf harus mengetahui perbuatan yang akan di lakukan.sehingga tujuan dapat di tangkap dengan jelas dan dapat dilaksanakan.Maka seorang mukallaf tidak tidak terkena tuntutan untuk melaksanakan sebelum dia tau persis.
Contoh:Dalam Al qur’an perintah Sholat yaitu dalam ayat “Dirikan Sholat” perintah tersebut masih global,Maka Rosululloh menjelaskannya sekaligus memberi contoh sebagaimana sabdanya”sholatlah sebagaimana aku sholat”begitu pula perintah perintah syara’ yang lain seperti zakat,puasa dan sebagainya.tuntutan untuk melaksanakannya di anggap tidak sah sebelum di ketahui syarat,rukun,waktu dan sebagainya.
·         Mukallaf harus mengetahui sumber taklif. seseorang harus mengetahui  bahwa tuntutan itu dari Alloh SWT.Sehingga ia melaksanakan berdasarkan ketaatan dengan tujuan melaksanakan perintah  Alloh semata.berarti tidak ada keharusan untuk mengerjakan suatu perbuatan sebelum adanya suatu peraturan yang jelas.hal ini untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaan sesuai tuntutan syara’.
·         Perbuatan harus mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan,berkait dengan hal ini terdapat dengan beberapa syarat yaitu:
1.    Tidak sah suatu tuntutan yang dinyatakan mustahil untuk dikerjakan atau di tinggalkan.
2.    Tidak sah hukumnya seseorang melakukan perbuatan yang di taklifkan untuk dan atas nama orang lain.
3.    Tidak sah suatu tuntutan yang berhubungan dengan perkara yang berhubungan dengan fitrah manusia.
4.    Tercapaianya syarat taklif tersebut (Syafe’i), seperti iman dalam masalah ibadah,suci dalam masalah sholat
Disamping syarat-syarat yang penting diatas bercabanglah berbagai masalah yang lain sebagaimana berikut:
·         Sanggup mengerjakan,tidak boleh diberatkan sesuatu yang tidak sanggup dikerjakan oleh mukallaf.
·         Pekerjaan yang tidak akan terjadi, karena telah dijelaskan oleh Allah bahwa pekerjaan itu tidak akan terjadi, seperti jauhnya Abu Lahab terhadap rasa iman.
·         Pekerjaan yang sukar sekali dilaksanakan, yaitu yang kesukaranya luar biasa, dalam arti sangat memberatkan atau terasa lebih berat daripada yang biasa.
·         Pekerjaan-pekerjaan yang diijinkan karena menjadi sebab timbulnya kesukaran yang luar biasa (Sutrisno,1999:121-123).
·          
C.  Al masyaqqoh
Perlu diketahui bahwa salah satu syarat tuntutan harus bisa dilakukan, tidak terlepas dari itu dalam melaksanakannya pasti ada ada suatu kesulitan. untuk itu akan kami jelaskan yang dimaksud adalah masyaqqoh (halangan)  serta pembagiannya
Masyaqqoh itu ada dua macam yaitu:
1. Masyaqqoh mu’tadah
Yaitu kesulitan yang mampu diatasi oleh manusia tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya kesulitan seperti ini tidak bisa di jadikan alasan untuk tidak mengerjakan taklif,karena setiap perbuatan itu tidak mungkin terlepas dari kesulitan.contohnya:Diwajibkannya adanya sholat ini buakan bermaksud agar badan capek atau bagaimana,akan tetapi untuk melatih dirinya diantaranya bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar
2.  Masyaqqoh goiru mu’tadah
Yaitu suatu kesulitan/kesusahan yang diluar kekuasaan manusia dalam mengatasinya dan akan merusak jiwanya bila di paksakan.Alloh tidak tidak menuntut manusia untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan kesusahan.seperti puasa yang terus menerus sehingga mewajibkan selalu bangun malam untuk sahur.
ير يد الله بكم اليسر و لا ير يد بكم العسر )البقره(185
Artinya:Alloh menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu(al baqoroh 185)
D.  Macam macam mahkum bih
Dilihat dari segi yang terdapat dalam perbuatan itu maka mahkum fih di bagi menjadi empat macam:
1. Semata mata hak Allah,yaitu sesuatu yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan.dalam hak ini seseorang tidak di benarkan melakukan pelecehan dan melakukan suatu tindakan yang mengganggu hak ini.hak ini semata mata hak Alloh.dalam hal ini ada delapan macam:
a. Ibadah mahdhoh (murni) seperti iman dan rukun iman yang lima
b. Ibadah yang di dalamnya mengandung makna pemberian dan santunan,seperti:zakat fitrah,karena si syaratkan niat dalam zakat fitrah
c.Bantuan/santunan yang mengandung ma’na ibadah seperti: zakat yang dikeluarkan dari bumi
d.Biaya/santunan yang mengandung makna hukuman,seperti: khoroj (pajak bumi) yang di anggap sebagai hukuman bagi orang yang tidak ikut jihad.
e.Hukuman secara sempurna dalam berbagai tindak pidana sperti hukuman orang yang berbuat zina
f.Hukuman yang tidak sempurna seperti seseorang tidak diberi hak waris,karena membunuh pemilik harta tersebut.
g.Hukuman yang mengandung makna ibadah seperti:kafarat orang yang melakukan senggama disiang hari pada bulan ramadhan
h.Hak hak yang harus di bayarkan,seperti: kewajiban mengeluarkan seperlima harta tependam dan harta rampasan.
2. Hak hamba yang berkait dengan kepentingan pribadi seseorang seperti ganti rugi harta seseorang yang di rusak.
3. Kompromi antara hak Alloh dengan hak hamba,tetapi  hak alloh didalamnya lebih dominan,seperti hukuman untuk tindak pidana.
4. Kompromi antara hak Alloh dan hak hamba,tetapi hak hamba lebih dominan,seperti masalah qishos (Syafe’i:2007:331)
II. MAHKUM ‘ALAIH (SUBYEK HUKUM)
A.  Pengertian mahkum alaih
Yang dimaksud dengan Mahkum Alaih adalah mukallaf yang menjadi obyek tuntutan hukum syara’(Syukur,1990:138). Menurut ulama’ Ushul fiqih telah sepakat bahwa Mahkum Alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai kitab Allah,yang disebut mukallaf(Syafe’i,2007:334). Sedangkan keterangan lain menyebutkan bahwa Mahkum Alaih ialah orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya telah diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah itu(Sutrisno,1999:103). Jadi,secara singkat dapat disimpulkan bahwa Mahkum Alaih adalah orang mukallaf yang perbuatannya menjadinya tempat berlakunya hukum Allah.
B. Syarat-syarat Mahkum Alaih
·         Orang tersebut mampu mamahami dalil-dalil taklif itu dengan sendirinya, atau dengan perantara ornag lain
·         Orang tersebut ahli bagi apa yang akan ditaklifkan kepadanya(Koto,2006:157-158)
C.  Dasar Taklif
Orang yang dikenai taklif adalah mereka yang sudah di anggap mampu untuk mengerjakan tindakan hukum atau dalam kata lain seseorang bisa dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif. Maka orang yang belum  berakal di anggap tidak bisa memahami taklif dari syari’(Allod dan Rosulnya) sebagai sabda nabi:
ر فع القلم عن ثلا ث عن النا ئم حتى يستيقظ و عن الصبي حتى يحتلم و عن المجنون حتى يفق(رواه البخا رى والتر مذى والنسا ئى وابن ما جه والدارقطنى عن عا ئثه وابى طا لب)
Artinya: Di anggat pembebanan hukum dari 3(jenis orang) orang tidur sampai ia bangun,anak kecil sampai baligh,dan orang gila sampai sembuh. (HR.Bukhori.Tirmdzi,nasai.ibnu majah dan darut Quthni dari Aisyah dan Aly ibnu Abi Thalib)
D.  Syarat syarat taklif
Syarat taklif ada 2 yaitu:
1. Orang itu telah mampu memahami khitob syar’i(tuntutan syara’) yang terkandung dalam Al qur’an dan sunnah baik langsung maupun melalui orang lain.Kemampuan untuk memahami taklif ini melalui akal manusia,akan tetapi akan adalah sesuatu yang abstrak dan sulit di ukur ,indikasi yang kongkrit dalam menentukan seseorang berakal atau belun.indikasi ini kongkrit itu adalah balighnya seseorang yaitu dengan di tandai dengan keluarnya haid pertama kali bagi wanita dan keluarnya mani bagi pria melalui mimpi yang pertama kali atau sempurnanya umur lima belas tahun.
2. Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum,atau dalam ushul fiqh di sebut Ahliyyah.maka seseorang yang belum mampu bertindak hukum atau belum balighnya seseorang tidak dikenakan tuntutan syara’.begitu pula orang gila,karena kecakapan bertindak hukumnya hilang.








III. HUKUM
A.    Pengertian hukum
Hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan Joseph Schacht mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik dan hukum.
Terkait tentang sumber hukum, kata-kata sumber hukum Islam merupakan terjemahan dari lafazh Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Penggunaanmashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syar’iyyah.
Yang dimaksud Masadir al-Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukum. Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat di atas adalah istihsan, maslahah mursalah, istishab, ‘uruf, madzhab as-Shahabi, syar’u man qablana.
Dengan demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat sumber hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan. Wahbah al-Zuhaili menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang telah disebutkan di atas dan yang ketujuh adalah ad-dzara’i. Sebagian ulama menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai metode ijtihad.
Hukum Islam mengalami perkembangan yang pesat di periode Nabi Muhammad di mana tradisi Arab pra-Islam yang berhubungan dengan akidah dihilangkan, sedangkan tradisi lokal Arab yang berhubungan dengan muamalah–sejauh masih sejalan dengan nilai-nilai Islam, dipertahankan dan diakulturasikan. Namun dalam perjalanannya, hukum Islam mengalami pergolakan dan kontroversi yang luar biasa ketika dihadapkan dengan kondisi sosio-kultural dalam dimensi tempat dan waktu yang berbeda. Menurut hemat penulis, hukum Islam meliputi syariat (al-Qur’an dan sunnah) sebagai sumber primer dan fiqh yang diambil dari syariat yang pada dasarnya digunakan sebagai landasan hukum.
Adapun spesifikasi dari macam-macam hukum Islam, fuqaha memberi formulasi di antaranya wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
1.    Wajib
Ulama memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa. Atau Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab. Contoh, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia. Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:Dirikanlah shalat dari tergelincir matahari sampai malam telah gelap dan bacalah Al Qur’an di waktu Fajar, sesungguhnya membaca Al Qur’an di waktu Fajar disaksikan (dihadiri oleh Malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari).
2.    Sunnah
Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Atau bisa anda katakan sebagai suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa.
3.    Haram
Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu.
4.    Makruh
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci. Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan. Atau meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya.
5.    Mubah
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal. Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannyaatau segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya.





IV. HAKIM

A.     Pengertian hakim
Bila di tinjau dari segi bahasa, hakim mempunyai dua arti, yaitu:
Pertama: ‘’pembuat hukum, yang menetapkan, memunculkan sumber hukum.”
Kedua: “yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan.
        Hakim termasuk persoalan yang cukup penting dalam ushul fiqih, sebab berkait dengan pembuat hukum dalam syariat islam, atau pembentuk hukum syara’, yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi pelanggarnya.
Dalam ushul fiqih, hakim juga disebut dengan syar’i.
Dari pengertian pertama tentang hakim di atas, dapat diketahui bahwa hakim adalah Allah SWT. Dialah pembuat hukum dan satu satunya Sumber hukum yang di titihkan kepada seluruh mukalla. Dalam islam, tidak ada syari’at kecuali dari Allah SWT. Bakaitan dengan hukum-hukum taklif(wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah), maupun yang berkaitan dengan hukum wadhi’ (sebab, syarat, halangan, sah, batal, fasid, azimah, dan rukhsah).
        Sedangkan dari pengertian kedua tentang hakim di atas, ulama ushul fiqih membedakannya sebagai berikut:             
1.      Sebelum Muhammad SAW di angkat sebagi rasul.
Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa yang menjadi hakim saat nabi Muhammad belum di angkat menjadi rasul adalah Allah SWT.
2.      Setelah di angkatnya Muhammad sebagai rasul dan menyebarnya dakwah islam.
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa hakim adalah syari’at yang turun dari Allah SWT. Yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

B.     Takhsin dan Taqbih
Alhusnuadalah segala perbuatan yang di anggap sesuaia dengan tabia’t manusia, misalnya tentang rasa manis dan menolong orang yang celaka.
           Sedangkan qabih adalah segala sesuatu yang tidak sesuai dengan sifat, tabi’at manusia, misalnya menyakiti orang lain.




BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.      Simpulan
Kita sebagai orang mukallaf yang menjadi subyek hukum(mahkum alaih) wajib mengetahui semua obyek hokum(mahkum fih) yang terdapat di dalam syariat agama islam, dengan mengetahui obyek hukum tersebut segala perbuatan yang akan kita lakukan menjadi terkontrol dan terarah sesuai syariat ajaran islam yang telah di tentukan oleh Allah SWT sehingga kehidupan kita selalu lurus pada koridor syariat agama islam. Mudah-mudahan Allah SWT selalu menuntun langkah kita menuju jalan yang lurus yang sesuai dengan syariat agama islam, Amiin.

B.    Saran
Untuk  megetahui sejauh mana tentang ushul fiqih yang ada dalam syaria’t Islam.
Sehingga segala pebuatan yang akan di lakukan menjadi terkontrol dan terarah seuai syari’at islam yang telah di tentukan oleh Allah SWT.






15
 
DAFTAR PUSTAKA
Koto, Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia: Bandung
Sutrisno. 1999. Ushul Fiqh. STAIN Press. Jember
Syukur, Asywaedie. 1990. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. PT. Bina Ilmu: Surabaya
Ramadan, Said, Islamic Law, It’s Scope and Equity, alih bahasa Badri Saleh dengan judul Keunikan dan Keistimewaan Hukum Islam (Jakarta: Firdaus, 1991)
Lismanto dalam Pembaharuan Hukum Islam Berbasis Tradisi: Upaya Meneguhkan Universalitas Islam dalam Bingkai Kearifan Lokal
16

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat,taufik dan hidayahNya kepada kita sehingga kita masih diberi kenikmatan baik yang  berupa kenikmatan jasmani maupun kenikmatan yang paling utama yaitu iman dan islam, Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW,  Beliau yang telah menuntun kita dari zaman yang biadab menuju zaman yang beradab yakni dengan ajaran agama Islam.

Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah

Selanjutnya penulis memohon kritik dan saran dari semua pihak untuk lebih sempurnanya makalah ini dan penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.


Tasikmalaya,   September 2013


Penulis,






i
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………........        i
DAFTAR ISI…………………………………………….       ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………….......       1
A.  Latar belakang.........................................................        1
B.  Rumusan masalah...................................................         2
C.  Tujuan penulisan.....................................................         2
D.  Manfaat ..................................................................          2
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................       3
A.  MAHKUM FIIH………………………………........                3
  1. Pengertian  Mahkum fih………………………………….            3
  2. Syarat-syarat  Mahkum fiih ……………………………..            4
  3. Al-musaqah………………………………………………              6
  4. Macam-macam Mahkum fiih…………………………….             6
B.  MAHKUM A’LAIH…………………………….......                8
1.     Pengertian Mahkum a’laih……………………………...               8
2.     Syarat  Mahkum a’laih……………………………….           8
3.     Dasar  Taklif……………………………………………                 8
4.     Syarat-syarat Taklifi………………………….…………           9   
C.  HUKUM…………………………………………...      10
1.     Pengertian Hukum………………………………………..           10
D.  HAKIM……………………………………..............    13
1.    Pengertian Hakim……………………..…………...    13
2.     Takhsin dan Taqbih……………………………....      14
BAB 3 SIMPULAN DAN SARAN……………………….    15
DAFTAR PUSTAKA………………………………......     16
ii
 
MAKALAH
MAHKUM FIH  MAHKUM  ALAIH
 HUKUM  DAN  HAKIM
( Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah)

 
Disusun oleh :





















Fak. / Prodi
: Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Tingkat / Smt
: 1 / 1




INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
TASIKMALAYA
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar